Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Chelsea, dari Ambisi ke Mediokrasi

26 September 2023   17:13 Diperbarui: 27 September 2023   09:35 849
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Reaksi Pelatih Chelsea Mauricio Pochettino saat timnya kalah 0-1 melawan Aston Villa pada laga Liga Inggris di Stadion Stamford Bridge, London, Minggu (24/9/2023). Foto: AFP/IAN KINGTON via KOMPAS.id

Dalam sepak bola, siklus naik-turun performa tim menjadi satu fenomena umum. Ada beragam faktor yang biasanya ikut memengaruhi, entah karena performa pemain, pergantian pelatih, atau pergantian pemilik klub.

Kadang, perubahan di satu faktor saja bisa membuat sebuah tim berubah drastis, apalagi jika perubahan itu bersifat mendasar.

Makanya, sebuah perubahan biasa membawa sebuah harapan, kadang juga membawa keraguan. Maklum, sebuah perubahan selalu punya dua sisi mata uang. Tidak ada kepastian, sekalipun ada dana melimpah di sana.

Inilah membuat perubahan mendasar di sebuah klub kadang terlihat seperti sebuah  spekulasi. Kalau lancar, prestasi pasti datang, kalau tidak siap-siap rungkad.

Di era modern, Chelsea menjadi satu contoh paket lengkap dari kasus ini. Dalam dua dekade terakhir, mereka punya dua pemilik yang sama-sama royal, yakni Roman Abramovich (2003-2022) dan Todd Boehly (2022-sekarang).

Dari luar, keduanya sama-sama berambisi menjadikan klub sukses. Berapapun biayanya, tak jadi soal, yang penting dapat trofi, atau minimal finis di papan atas liga.

Bedanya, di era Roman Abramovich, ambisi dan dana besar sang taipan juga didukung dengan keberadaan tim teknis di balik layar, sebagai kepanjangan tangan sang bos.

Dengan sosok seperti Marina Granovskaia (Rusia) sebagai negosiator, dan Michael Emenalo (Nigeria) sebagai direktur olahraga, Chelsea era Abramovich terlihat seperti pesawat dengan sistem autopilot yang selalu aktif.

Jadi, meski terkenal suka gonta-ganti pelatih, aneka trofi toh mampu didapat, termasuk dua gelar juara Liga Champions. Ada kestabilan di balik layar, karena sang pemilik jarang merecoki urusan transfer pemain.

Ditambah lagi, juragan minyak asal Rusia itu juga turut berinvestasi di akademi klub, sambil berburu pemain muda potensial. Hasilnya, Si Biru punya pemain berkualitas seperti Mason Mount dan Reece James dari akademi, dan pemain muda yang kelak laku dijual mahal seperti Eden Hazard, Fikayo Tomori, dan Tammy Abraham.

Dengan modal inilah, The Blues bisa konsisten bersaing di papan atas, bahkan saat terkena embargo transfer FIFA, seperti saat mencapai final Piala FA dan lolos ke Liga Champions musim 2019-2020.

Kestabilan di balik layar ini lalu hilang ketika Todd Boehly datang. Dengan belum adanya sosok pengganti berkualitas sepadan di balik layar, manuver belanja gila-gilaan klub malah jadi awal bencana.

Memang, ada banyak pemain muda potensial yang bergabung, tapi banyak dari  mereka yang cedera dan belum menemukan performa terbaik. Jangankan Mikhaylo Mudryk, pemain juara Piala Dunia seperti Enzo Fernandez saja terbukti masih kesulitan.

Ditambah lagi, tim ini juga sedang beradaptasi dengan sistem permainan ala Mauricio Pochettino, yang belum lama bertugas. Dengan demikian, kekacauan yang ada benar-benar tak terkontrol.

Alhasil, harapan besar yang hadir bersama gelontoran dana miliaran pounds sejak era Boehly justru membuat tim yang dulunya ambisius jadi terlihat serba seadanya alias medioker. Finis di papan tengah Liga Inggris musim lalu adalah satu hasil paling kelihatan.

Kekacauan ini juga semakin sempurna, karena kebanyakan pemain baru yang ada di tim dikontrak selama 7-8 tahun. Kalau tim dari kota London ini punya kesabaran seperti yang dilakukan Liverpool kepada Darwin Nunez atau Cody Gakpo, mungkin masih ada sedikit harapan.

Tapi, berhubung Chelsea sudah kadung terkenal sebagai tim yang agak kurang sabaran, bukan kejutan kalau bongkar pasang tim ini akan seperti proyek Pantura Jawa yang legendaris: tidak tahu dimana ujungnya, dan akan terjadi di setiap bursa transfer.

Kalau tidak ada perbaikan berarti dalam waktu dekat, mungkin tinggal menunggu waktu saja untuk melihat Chelsea lebih ambyar dari yang kita lihat sekarang.

Tragis!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun