Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Tak Ada Maguire, Onana Pun Jadi

17 September 2023   14:21 Diperbarui: 17 September 2023   14:34 535
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ide ini telah didukung dengan baik oleh manajemen klub, lewat gelontoran dana transfer lebih dari 300 juta pounds sejak bursa transfer musim panas 2022.

Pada awalnya, semua terlihat menjanjikan, karena tahun pertama sang meneer di Old Trafford terbilang bagus: juara Piala Liga Inggris, lolos ke final Piala FA dan lolos ke Liga Champions.

"Hype" tinggi kepada pelatih berkepala plontos ini makin menjadi-jadi, karena ia berani ambil tindakan tegas dan menekankan disiplin tinggi. Bintang sekelas Cristiano Ronaldo saja berani dicoret karena melakukan wawancara kontroversial dengan Piers Morgan.

Tapi, di tahun kedua, situasinya benar-benar suram. Disiplin tinggi dan ketegasan itu belum mampu mengontrol ruang ganti, yang malah terlihat semakin kacau.

Pendekatan ala Ten Hag mungkin pernah sukses besar di Ajax, tapi Liga Inggris jelas berbeda jauh dengan Eredivisie Belanda, yang nyaris tiap tahun hanya punya 3 kuda pacu utama, dengan 1-2 tim kuda hitam.

Akibatnya, performa di lapangan pun ikut kacau. Meski punya ide awal yang bagus dan sudah terbukti cukup berhasil, kekacauan yang belakangan muncul justru hanya menghasilkan sosok kambing hitam baru, dengan Onana sebagai sosok terkini.

Sebelum sang kiper, sudah ada Harry Maguire yang biasa jadi lelucon, seperti halnya Fred (kini di Fenerbahce) dan Scott McTominay. Tapi, ketika mereka sudah tak jadi langganan starter, dan Onana jadi sorotan baru, kita bisa melihat, sumber masalahnya bukan berada pada individu, tapi tim secara umum.

Pada kasus Onana, kekompakan tim, terutama saat bertahan, memang jadi masalah terbesar. Padahal, aspek ini sangat  dibutuhkan kiper bertipikal modern sepertinya, kecuali jika modernitas itu dilengkapi juga dengan kemampuan refleks di atas rata-rata, seperti pada kasus Alisson atau Manuel Neuer.

Kedua kiper papan atas ini kadang mampu membuat penyelamatan krusial. Kelebihan ini mampu mengisi kelemahan lini belakang saat sudah ditembus lawan.

Dengan sistem permainan modern yang dimilikinya, Erik Ten Hag memang membawa satu ide penyegaran yang menjanjikan. Tapi, ia terlalu berpegang pada idealisme itu, tanpa memikirkan kompromi, apalagi mempunyai pendekatan alternatif.

Alhasil, ketika situasi benar-benar kacau, eks pelatih FC Utrecht ini tak bisa berbuat banyak, selain mencari kambing hitam, entah dari keputusan wasit atau yang lain. Masalah yang ada pun hanya akan semakin besar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun