Di sisi lain, ide pemerintah kali ini bisa menjadi satu filter alami, bagi mereka yang ingin jadi PNS karena ingin mengabdi kepada negara, bukan sebatas mengejar prestise atau restu mertua.
Berhubung sistem yang ada sudah lama mengakar kuat, akan perlu waktu lebih untuk membuat reformasi birokrasi ini bisa benar-benar terwujud.
Tapi, perubahan ini bisa menjadi satu momentum untuk mengubah total mentalitas negatif dan pandangan keliru soal profesi sebagai abdi negara, dalam hal ini PNS.
Dalam fungsinya sebagai abdi negara yang bertugas melayani masyarakat, sudah seharusnya PNS dibiasakan untuk tidak menaruh diri lebih tinggi dari masyarakat, apalagi sampai bersikap arogan.
Gaji mereka berasal dari uang pajak masyarakat. Jadi, sudah seharusnya ada rasa hormat dari abdi negara untuk masyarakat.
Di sini, ide gaji tunggal untuk PNS bisa juga menjadi satu cara cerdas pemerintah untuk membangun kesadaran dasar soal posisi mereka sebagai abdi negara. Selain karena pertimbangan anggaran dan program, tujuan membangun kesadaran ini membuat kebijakan ini makin relevan.
Kalau aneka tunjangan dan fasilitas sejenis membuat abdi negara jadi lupa diri, sudah seharusnya itu disederhanakan. Kecuali pada abdi negara yang bertugas sebagai aparat penegak hukum dan keamanan, yang risikonya memang sangat tinggi.
Soal bagaimana formulasi dan besaran gajinya, pemerintah pasti sudah mengukur dan mengkaji, karena kebijakan publik seperti ini (seharusnya) tidak asal jadi.
Supaya kedepannya bisa lebih efektif dan tidak menciptakan celah korupsi baru, pemerintah perlu membekali PNS dengan edukasi dan sosialisasi untuk tidak terjebak pola hidup konsumtif.
Jadi, saat kebijakan mulai berlaku penuh, semua sudah tahu apa yang harus dilakukan. Tidak ada alasan untuk demo, karena keputusan profesional seperti ini seharusnya disikapi juga secara profesional.
Jika kebijakan gaji tunggal PNS sukses dijalankan, seharusnya kebijakan serupa juga bisa diterapkan pada tingkat yang lebih tinggi, misalnya DPRD atau DPR, yang angka tunjangannya juga fantastis.