Bicara soal profesi di Indonesia, menjadi Pegawai Negeri Sipil mungkin menjadi satu  profesi dengan atribut serba menarik. Saking menariknya, profesi ini sampai punya label sebagai satu "profesi idaman mertua".
Maklum, ada jenjang karier, tunjangan dan jaminan masa pensiun yang jelas. Secara finansial, kestabilan gaji pokok PNS juga sudah teruji di situasi sulit.
Di masa pandemi beberapa waktu lalu, PNS menjadi satu dari sedikit profesi yang relatif bebas dari tren pemotongan gaji pokok dan PHK besar-besaran di Indonesia.
Makanya, seleksi CPNS hampir selalu laris manis tiap kali dibuka. Pada tahap ini, latihan bimbel dan buku soal tes CPNS benar-benar jadi dagangan laris. Tak peduli itu paket soal asli atau abal-abal, selalu saja ada yang beli, semahal apapun harganya.
Tapi, ketika Tunjangan PNS Dihapus, lalu diganti dengan sistem "single salary" dan grading, alias gaji tunggal dan penilaian kinerja, semua jelas tak akan lagi sama.
Kalau melihat situasinya, rencana pemerintah ini merupakan satu upaya reformasi birokrasi, yang memang sudah dicanangkan Presiden Jokowi sejak beberapa tahun terakhir.
Dengan menyederhanakan anggaran belanja negara untuk PNS, skema kerja yang cenderung berbelit bisa lebih disederhanakan, supaya bisa lebih efektif dan efisien, dengan hasil optimal.Â
Kalau ada yang simpel, kenapa harus dibuat ribet? Seharusnya seperti itu sejak lama, tapi yang sering terjadi justru sebaliknya.
Dari sini, sistem yang ada bisa dibuat lebih runtut, terpadu, tapi tidak berbelit. Jika semuanya berjalan lancar, "sistem terpadu satu pintu", yang sempat disebut Presiden dalam ide "reformasi birokrasi"-nya benar-benar akan mulai kita lihat dalam waktu dekat.
Penyederhanaan ini memang jadi sebuah urgensi, karena birokrasi berbelit memang sudah lama jadi satu nilai minus sekaligus celah korupsi. Mulai dari skala kelas plankton sampai kelas paus, semuanya sudah lama hadir sebagai buah budaya kerja kurang profesional.