Bicara soal Barcelona, khususnya di era modern, sosok Lionel Messi begitu ikonik dan lekat dengan sang rival bebuyutan Real Madrid. Darinya jugalah, Barca mendapat contoh sempurna, soal pemain berbakat yang mampu menjadi bintang besar.
Teladan sang Argentino pun semakin lengkap, karena ia mampu menghadirkan banyak trofi, ratusan gol dan aneka rekor istimewa di level tertinggi, dalam rentang waktu hampir dua dekade.
Tak heran, Blaugrana pun lalu menjadikan Leo sebagai acuan, bagi setiap pemain muda potensial yang promosi dari akademi La Masia maupun direkrut dari tim lain.Â
Labelnya pun jelas: Lionel Messi Baru, dan bahkan sudah mulai muncul saat Messi yang asli belum lama menjadi pemain di tim senior, tepatnya di usia 20 tahun.
Ketika itu, Azulgrana kedatangan Giovani Dos Santos (Meksiko) dan Bojan Krkic (Spanyol-Serbia) yang sama-sama mencuat sebagai talenta menjanjikan di awal musim 2007-2008.
Sayang, keduanya lalu layu sebelum berkembang, dan lebih banyak diingat sebagai "wonderkid" di berbagai game simulasi sepak bola pada masanya.
Secara garis besar, mereka berpetualang dari satu klub ke klub lain, dengan keberuntungan masing-masing. Bojan sempat ikut menikmati era sukses Pep Guardiola, sementara Dos Santos meraih Piala Emas dan medali emas Olimpiade 2012 bersama Timnas Meksiko.
Selepas Dos Santos dan Bojan, pada dekade 2010-an, akademi La Masia yang tersohor kembali menghadirkan talenta lain dalam diri Lee Seung Woo (Korea Selatan), Gerard Deulofeu (Spanyol), Munir El Haddadi (Spanyol-Maroko) hingga Jean Marie Dongou (Kamerun).
Tak cukup sampai disitu, The Catalans juga sempat merekrut Alen Halilovic (Kroasia) yang pada tahun 2014 dianggap punya prospek cerah. Di awal kemunculannya bersama Dinamo Zagreb, pemain yang juga berkaki kidal seperti Messi ini juga mendapat julukan "Messi dari Kroasia".
Tapi, sama seperti sebelumnya, para "Lionel Messi Baru" ini rata-rata menjadi pemain petualang, entah karena dipinjamkan atau pindah secara permanen. Hype tinggi yang diapungkan lagi-lagi menjadi beban yang membuat mereka kesulitan berkembang.
Sampai Messi akhirnya hengkang pada tahun 2021 dan melanjutkan kiprah bersama PSG dan Inter Miami, pencarian Barcelona akan sosok Lionel Messi Baru masih belum menemukan titik terang.
Memang, Los Cules belakangan punya Ansu Fati, yang dinilai punya talenta besar, lengkap dengan kemampuan individu di atas rata-rata. Tapi, label "Lionel Messi Baru" dan nomor punggung 10 yang diwarisi langsung dari sang legenda, ternyata menjadi beban berat.
Situasi semakin runyam, ketika pemain yang tercatat sebagai pencetak gol termuda di La Liga Spanyol itu mengalami cedera lutut dan cedera otot cukup parah pada musim 2020-2021 dan 2021-2022.Â
Kedua cedera ini, ditambah beberapa cedera ringan lain, membuat perkembangan pemain berdarah Guinea-Bissau itu agak terhambat.
Meski mampu meraih trofi La Liga, Copa Del Rey dan Supercopa bersama Barcelona, plus tampil di Piala Dunia 2022 dan juara UEFA Nations League 2023 bersama Timnas Spanyol, pemain kelahiran 31 Oktober 2002 ini akhirnya harus "disekolahkan" ke Brighton di musim 2023-2024, demi mendapat cukup menit bermain dan bisa berkembang tanpa tekanan berlebih.
Tapi, mengingat usianya yang tahun ini menginjak 21 tahun, peminjaman ke klub Liga Inggris itu akan jadi kesempatan terakhirnya sebagai pemain muda. Jika gagal bersinar, Ansu Fati akan bernasib sama seperti para pendahulunya. Barca pun akan gagal maning, gagal maning.
Kebetulan, tim Catalan itu kembali kedatangan pemain muda berbakat lain dalam diri Lamine Yamal. Meski baru berusia 16 tahun, pemain berdarah Maroko itu sudah mulai tampil di tim utama Barcelona dan mendapat panggilan dari Timnas Spanyol.
Dengan perkembangan sepesat itu, wajar jika banyak yang menyebut pemain nomor punggung 27 itu sebagai "Lionel Messi Baru" lainnya di tim Catalonia. Tapi, Barca dan Barcelonistas harus mampu menjaga, supaya perkembangan sang pemain tak sampai rusak akibat hype berlebihan.
Bukan berarti tak boleh berharap, mereka hanya perlu berhati-hati, karena sebelumnya sudah ada beberapa pemain muda yang layu sebelum berkembang, akibat terbebani label "Lionel Messi Baru".
Kalau semua berjalan lancar, Yamal mungkin akan jadi sosok "Lionel Messi Baru" yang selama ini ditunggu-tunggu. Jika tidak, penantian itu akan semakin panjang. Meski sebuah sistem pembinaan pemain muda bisa menemukan pemain bagus, talenta sehebat Messi tidak muncul setiap tahun, karena ia adalah talenta spesial yang hanya muncul sedikit dalam satu generasi.
Kurang lebih seperti kasus Diego Maradona di Argentina, yang baru menemukan penerus sepadan yakni Lionel Messi, dalam rentang puluhan tahun kemudian.
Menariknya, label Lionel Messi Baru yang sudah ada sejak 2007 di Barcelona menunjukkan sebuah harapan ternyata punya dua sisi mata uang. Di satu sisi, ia bisa menjadi pelecut untuk seorang pemain muda bisa berkembang, tapi di sisi lain ia bisa jadi tekanan berat yang merusak.
Sayangnya, kasus kedualah yang masih sering terjadi di Camp Nou.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H