Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Abdi Negara Jalur Lapangan Hijau

27 Juli 2023   22:29 Diperbarui: 28 Juli 2023   16:46 965
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ortizan Solossa dan Presiden Jokowi (Instagram.com/solossaortizan via Merdeka.com)

"Banyak jalan menuju Roma"

Begitulah frasa paling umum yang sering kita dengar, karena relevan dengan banyak hal, termasuk bagi mereka yang bercita-cita jadi abdi negara. Tentu saja, yang saya bahas di sini adalah jalur resmi.

Dari sekian banyak alternatif jalur resmi yang ada, jalur atlet belakangan mulai dilirik beberapa pesepak bola nasional.

Pada tahun 2023 saja, ada Muhammad Ferarri (Persija), Kakang Rudianto (Persib), Frengky Missa (Persikabo), Ananda Raehan (PSM Makassar), Dimas Juliono dan Faiz Maulana (Bhayangkara FC), Rabbani Tasnim (RANS Nusantara FC), Daffa Fasya (Borneo FC) dan Ginanjar Wahyu (Arema FC) yang mengikuti pendidikan polisi selama lima bulan.

Para eks pemain Timnas U-20 ini mendaftar lewat jalur talent scouting prestasi akademik atau nonakademik yang memang dibuka Polri.

Sebelumnya, menjadi abdi negara memang jadi cita-cita sebagian eks pemain Timnas U-20, yang sempat disampaikan Presiden Jokowi ke media. Tepatnya, saat pembubaran tim pasca batalnya penyelenggaraan Piala Dunia U-20 di Indonesia beberapa waktu lalu.

Mungkin, ada yang terkejut, karena ada pesepakbola nasional yang memilih jadi abdi negara, dan bukan lagi mengejar mimpi bermain di liga top Eropa.

Padahal, kalau dirunut lagi, sebenarnya fenomena ini sudah lama terjadi. Di awal dekade 1990-an, ada Rahmad Dharmawan (kini pelatih Barito Putera) yang menjadi anggota TNI AL hingga purnatugas pada tahun 2015 dengan pangkat terakhir Mayor Laut.

Ortizan Solossa dan Presiden Jokowi (Instagram.com/solossaortizan via Merdeka.com)
Ortizan Solossa dan Presiden Jokowi (Instagram.com/solossaortizan via Merdeka.com)

Bergeser ke era 2000-an, ada nama-nama tenar seperti Ortizan Solossa, Boaz Solossa, dan Ricardo Salampessy (legenda Persipura Jayapura) yang sama-sama jadi PNS di Papua. Ada juga Zaenal Arief (legenda Persib Bandung) yang jadi PNS di Bandung.

Di era kekinian, jumlah pemain bola nasional yang jadi abdi negara belakangan cenderung meningkat, terutama sejak TNI punya klub PS TNI (kini Persikabo 1973) dan Polri punya Bhayangkara FC.

Di kedua klub ini, belakangan muncul pemain-pemain merangkap abdi negara. Bhayangkara FC antara lain punya Indra Kahfi, Awan Setho dan Hargianto, yang di luar lapangan hijau merupakan anggota kepolisian.

Di Persikabo, ada Manahati Lestusen dan Dimas Drajad yang merupakan anggota TNI. Ada juga Alwi Slamat (Persebaya Surabaya) dan Ahmad Nufiandani (Dewa United) yang juga anggota TNI dan pernah bermain di Persikabo.

Dengan semakin banyaknya jumlah pesepak bola nasional yang jadi abdi negara, ini menjadi satu sinyal positif, karena TNI dan Polri sama-sama mampu melihat dan mau menggarap serius potensi karier alternatif buat pesepak bola nasional.

Bak gayung bersambut, langkah TNI dan Polri ini juga mulai direspon baik oleh para pemain muda di Indonesia, yang punya kesadaran makin baik soal perencanaan karier jangka panjang.

Jadi, kalau sudah pensiun, dan tak kesampaian jadi pelatih, kesejahteraan tetap terjamin, karena sudah ada pekerjaan tetap,  dengan masa edar lebih panjang.

Maklum, di luar masa edar yang tak terlalu panjang, tingkat risiko dan ketidakpastian menjadi pemain bola di Indonesia juga terlalu tinggi.

Diluar risiko cedera karena gaya main cenderung keras, kompetisi liga juga rawan terhenti karena situasi darurat. Imbasnya, kesejahteraan para pemain bisa kacau karena tak ada pemasukan akibat gaji tertunggak.

Efek berantai imbas pandemi dan Tragedi Kanjuruhan beberapa tahun terakhir telah membuktikan, seberapa parah tingkat ketidakpastian di Liga indonesia, dan seberapa buruk dampaknya bagi para pemain.

Maka, ketika para pemain muda di Indonesia mulai melirik "profesi idaman mertua", ini merupakan sebuah kemajuan pola pikir, karena mereka mulai bisa mengakali keruwetan yang ada. Dengan jadi abdi negara, tak ada masalah kalau sewaktu-waktu kompetisi distop karena keadaan darurat.

Tapi, ini juga menjadi satu peringatan keras buat PSSI, untuk serius membenahi tata kelola sepak bola nasional. Dengan tata kelola yang baik, seharusnya tingkat ketidakpastian dan masalah pembinaan pemain maupun pelatih bisa ditekan sampai minimal.

Semakin bagus tata kelolanya, semakin kecil keraguan para pemain untuk tetap berkecimpung di dunia sepak bola, karena kesejahteraan terjamin dan kesempatan mereka masuk ke dunia manajemen setelah pensiun sangat terbuka.

Bisa?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun