Dalam beberapa pekan terakhir gaduh soal Jakarta International Stadium, yang dinilai "belum sesuai standar FIFA", menjadi satu topik bahasan yang kembali bergulir.
Maklum, stadion berkapasitas lebih dari 80 ribu penonton itu diusulkan menjadi salah satu venue Piala Dunia U-17. Seperti diketahui, Indonesia terpilih sebagai tuan rumah Piala Dunia U-17 2023 menggantikan posisi Peru.Â
Belakangan, JIS menjadi satu opsi alternatif lokasi venue Piala Dunia U-17, setelah Stadion Utama Gelora Bung Karno digunakan untuk lokasi konser Coldplay pada waktu hampir bersamaan
Sekilas, tak ada yang salah di sini. Ini stadion megah di Jakarta dan masih baru.
Masalahnya, meski megah dan terbilang masih baru, Stadion JIS ternyata masih belum sesuai standar FIFA, khususnya dalam hal kualitas lapangan, akses keluar masuk, dan aksesibilitas transportasi.
Tentu saja, banyak yang heran. Kok bisa stadion yang diklaim semegah Allianz Arena dan Santiago Bernabeu ini tidak sesuai standar FIFA?
Sebenarnya, kalau dilihat ke belakang, masalah soal JIS ini sudah lama muncul. Stadion ini besar, tapi terkurung di tengah pemukiman padat penduduk. Tidak ada akses transportasi dan fasilitas parkir, karena Stadion JIS lebih mengoptimalkan ruang untuk tempat duduk ketimbang aksesibilitas secara umum.
Boleh saja orang menyebut, JIS mengadopsi konsep stadion di Eropa, yang banyak mengandalkan konektivitas transportasi umum. Tapi, itu belum sepenuhnya membudaya di Indonesia. Fasilitas halte (atau sejenisnya) saja masih berada cukup jauh dari stadion.
Masalah lain yang muncul adalah, jenis dan kondisi rumputnya juga disebut tidak sesuai standar FIFA. Alhasil muncul wacana pembenahan yang disebut-sebut membutuhkan dana cukup besar.
Sebenarnya, ini jadi satu masalah klasik pada stadion di Indonesia: pembangunan boleh banyak dan megah, tapi tidak banyak yang dirawat rutin secara prima.