Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Manchester City, 15 Tahun dan Miliaran Pounds Kemudian

11 Juni 2023   14:44 Diperbarui: 12 Juni 2023   13:15 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
((AFP/OLI SCARFF via KOMPAS.com)

Satu miliar pounds, atau tepatnya 1,26 miliar pounds (sekitar 23 triliun rupiah) Inilah jumlah dana transfer yang digelontorkan Manchester City selama tujuh tahun terakhir (menurut info ESPN), atau sejak awal era kepelatihan Pep Guardiola.

Jika dirata-rata, klub milik Sheikh Mansour ini membelanjakan 180 juta pounds (sekitar 3 triliun rupiah) setiap tahunnya. Meski terlihat besar, anggaran ini masih terbilang normal, untuk ukuran klub  ambisius yang didukung pemilik kaya.

Sebelumnya, ada Chelsea yang selama era kepemilikan Roman Abramovich (Rusia) telah menggelontorkan dana transfer mencapai 2 miliar pounds (37,4 triliun rupiah) selama periode 2003-2022, atau sekitar 105 juta pounds setahun (menurut info dari The Sun).

Di Eropa daratan, ada PSG yang sejak dipimpin Nasser Al Khelaifi (Qatar) tahun 2012 sudah menggelontorkan dana transfer mencapai 1,26 juta pounds (1,48 juta euro), atau sekitar 100 juta pounds (1,87 triliun rupiah) per tahun, berdasarkan laporan AS (media Spanyol).

Hasilnya memang sama-sama dahsyat. Tim yang awalnya hampir kolaps terjerat krisis keuangan mendadak jadi tim kuat bertabur bintang.

Pada gilirannya, mereka juga meraih beragam prestasi di dalam negeri maupun di tingkat Eropa. Dari ketiganya, Chelsea menjadi satu "prototipe" yang  belakangan disempurnakan Manchester City dari segi stabilitas prestasi.

Tidak seperti Chelsea yang langsung meraih gelar di tahun kedua Roman Abramovich, City membangun kebiasaan juara itu secara perlahan sejak taipan Abu Dhabi berkuasa tahun 2008 menggantikan Thaksin Shinawatra (Thailand)

Dimulai dari membangun kebiasaan finis di papan atas Liga Inggris, levelnya meningkat jadi "terbiasa jadi penantang gelar domestik" dengan titel Piala FA 2011 dan Liga Inggris musim 2011-2012 sebagai katalis.

Tidak seperti Chelsea yang cenderung pragmatis atau PSG yang bisa dibilang memonopoli Liga Prancis, City cenderung lebih romantis, karena mendambakan kemenangan lewat sepak bola atraktif. Kurang lebih seperti Barcelona di era kejayaan tiki-taka.

Aroma Barca sendiri terasa cukup kental, ketika Txiki Begiristain dan Ferran Soriano secara berurutan direkrut sebagai direktur olahraga dan CEO klub. Keduanya adalah tokoh kunci di balik layar, pada era tiki-taka Barcelona.

Dari mereka, Si Biru Langit punya konsep rencana jangka panjang yang cukup jelas: membangun tim yang bisa konsisten berprestasi di level domestik, sebagai pijakan awal menuju prestasi di Liga Champions.

Rencana jangka panjang ini kebetulan sejalan dengan ide Sheikh Mansour. Alhasil, ketika Pep Guardiola didatangkan sebagai pelatih, sang pemilik klub tampak mendukung penuh.

Diawali dari membangun kebiasaan juara dan mulai dominan di level domestik, City tampak terus berkembang bersama Pep. Meski progresnya tak terlalu cepat, dukungan penuh tak putus diberikan sang bos, dengan menuruti setiap rencana transfer sang pelatih, berapapun harganya.

Tak seperti pemilik klub pada umumnya, juragan asal Uni Emirat Arab ini sepertinya melihat Liga Champions sebagai target jangka panjang. Terbukti, Kevin De Bruyne dkk tetap diapresiasi meski kalah menyesakkan di final edisi 2021 dan semifinal tahun berikutnya.

Kesabaran itu akhirnya terbayar di tahun 2023, ketika trofi Liga Champions akhirnya bisa dibawa pulang ke Etihad Stadium, setelah gol tunggal Rodri ke gawang Inter Milan di final Liga Champions, Minggu (11/6, dinihari WIB) memastikan torehan Treble Winner bersejarah.

Tentu saja, kemenangan ini menjadi buah manis kesabaran sang pemilik, di era sepak bola modern yang serba tidak sabaran. Dengan uangnya, ia tidak hanya membeli pemain bintang, tapi membangun sistem yang mampu menciptakan sebuah tim tangguh.

Hebatnya, ide visioner itu juga didukung dengan modernisasi stadion, akademi dan membangun jaringan pencari bakat global lewat City Football Group. Dengan kata lain, Sheikh Mansour bukan hanya membeli City untuk meraih trofi demi trofi, tapi menjadi sebuah klub yang mampu mencetak sejarahnya sendiri.

Kini, salah satu momen bersejarah itu hadir di Istanbul, dan mungkin akan jadi contoh model berikutnya buat para juragan lain yang ingin meraih trofi juara Liga Champions, termasuk PSG yang masih penasaran.

Setelah 15 tahun dan lebih dari 1 miliar pounds kemudian, City akhirnya mencapai satu titik keabadian, sebagai satu dari sedikit tim yang pernah meraih Treble Winner, dengan Pep Guardiola menjadi pelatih pertama yang meraih dua Treble Winner bersejarah.

Dari sini, semua tak akan sama lagi, tapi dengan standar tinggi yang sudah terbangun, Manchester Biru tampaknya sudah siap menghadapi berbagai tantangan di masa depan, termasuk (yang terdekat) kesempatan meraih sixtuple di tahun kalender 2023.

Selamat datang di klub juara Eropa, City!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun