Pada Jumat (17/5) lalu, Fast X, sekuel kesepuluh Fast and Furious Saga, resmi dirilis. Film ini disebut-sebut sebagai bagian pertama dari babak akhir perjalanan Dominic Toretto dkk.
Ketika mendengar kata "babak akhir", jujur saya merasa lega, karena franchise ini akhirnya mengenal kata "selesai", setelah menempuh perjalanan panjang.
Selama bertahun-tahun, keseruan yang dihadirkan di setiap serinya memang menyenangkan untuk dinikmati. Jadi wajar kalau penilaian penonton relatif bagus.
Masalahnya, tidak sedikit juga penonton yang mulai jenuh dengan mega franchise ini, karena arah pengembangan ceritanya makin kemana-mana. Dari balapan liar ke misi rahasia, sampai perjalanan ke luar angkasa.
Maksud awalnya mungkin bagus, karena bertujuan membuat cerita tidak membosankan, tapi ketika itu cenderung berlebihan dan lupa akar, maksud bagus itu malah menghadirkan sebuah keanehan.
Kalau tidak ada kritik dari sebagian penonton, mungkin ceritanya bisa berkembang ke lomba balap mobil antarplanet atau misi menyelamatkan bumi dari serangan alien.
Bagi saya sebagai seorang penonton yang menikmati alur cerita, sekuel film yang dibintangi Vin Diesel ini (idealnya) berakhir di sekuel Furious 7 (2015) karena "rasa" dalam ceritanya masih cukup bisa dinikmati, dan menghadirkan adegan penutup ideal.
Selebihnya, franchise ini lebih mirip kisah superhero tanpa kostum, seperti Mission Impossible-nya Tom Cruise. Sebuah tayangan bagus untuk pecinta film aksi dengan paket adegan baku hantam, balapan, dan pacuan adrenalin intensitas tinggi, tanpa dipikir terlalu jauh.
Bisa dinikmati, tapi hanya sampai disitu saja. Dengan transisi adegan yang sangat cepat dan intens, bisa mengikuti film sampai selesai tanpa pusing saja sudah sangat bagus.
Soal penilaian secara umum, setiap orang pasti punya selera dan sudut pandang masing-masing, tapi, sebagai penikmat cerita, saya melihat sebuah akhir sebagai satu hal yang harus ada, karena setiap awal selalu punya titik akhir.