Sementara itu, Bagus, yang awalnya terlihat menjanjikan di level junior, menjalani periode cukup rumit dalam beberapa tahun terakhir.
Dimulai dari masalah cedera engkel parah saat memperkuat Garuda Select dan tarik-ulur transfer dengan manajemen Barito, rentetan masalah kebugaran ditambah aneka kesulitan di masa pandemi lalu datang, dan membatasi waktu bermainnya di Eropa.
Kalaupun ada, kebanyakan kesempatan itu datang di laga ujicoba, itupun dengan menit main terbatas. Sebelum di Asteras Tripolis, Jong FC Utrecht (Belanda) juga pernah dibelanya.
Untuk ukuran pemain Indonesia, catatan "pernah bermain di Liga Belanda dan Yunani" mungkin terlihat keren. Belum banyak pemain Indonesia bisa bergabung di klub Eropa.
Tapi, karena kesempatan bermainnya sangat terbatas, pengalaman ini jadi kurang efektif. Kalaupun ada manfaatnya, kebanyakan berasal dari sesi latihan rutin atau pola makan, itupun kalau bisa terus dibiasakan setelah pulang ke Indonesia.
Melihat situasinya, keputusan Bagus Kahfi kembali ke Barito Putera bisa dibilang menjadi satu langkah "restart" menarik, karena ini dilakukan di tempat yang sudah tidak asing, dan dilakukan dengan mencontoh cerita sukses yang belum lama hadir.
Dengan perbedaan situasi Bagas dan Bagus yang cukup kontras, mungkin keduanya tidak akan langsung bersinar dalam sekejap, tapi jika sudah klik, mungkin dua pemain kembar ini akan membantu tim asuhan Rahmad Darmawan memperbaiki prestasi di Liga 1, sekaligus meniti jalan menjadi pemain kembar kedua di tim nasional senior.
Akankah?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H