Setelah sempat mengalami tren naik-turun performa dan sempat terdampar di papan tengah Liga Inggris, Liverpool belakangan menunjukkan peningkatan level cukup signifikan. Mereka bahkan mampu mencatat 6 kemenangan beruntun, usai unggul 1-0 atas Brentford, Sabtu (6/5) lalu.
Di sini, sorotan banyak tertuju pada Mohamed Salah yang rajin mencetak gol, Alisson yang tampil oke di bawah mistar, dan sejumlah pemain yang pulih dari cedera, seperti Luis Diaz dan Diogo Jota.
Faktor-faktor di atas memang jadi kunci peningkatan performa Si Merah, tapi jika boleh menyebut satu faktor kunci lain, maka faktor itu adalah perubahan posisi Trent Alexander-Arnold menjadi seorang "playmaker", dari yang sebelumnya berposisi bek kanan.
Sebenarnya, perubahan ini bukan sesuatu yang drastis, karena hanya mengembalikan si pemain ke posisi awalnya. Semasa di akademi Liverpool, pemain nomor punggung 66 ini memang berposisi awal sebagai seorang gelandang, sebelum diplot pelatih Juergen Klopp menjadi bek kanan.
Makanya, Trent tergolong kreatif untuk ukuran seorang bek kanan: punya visi bermain bagus, umpan silang akurat, dan mampu mengeksekusi bola mati. Tapi, atribut menyerang ini kerap membuatnya jadi titik lemah, karena sering lupa mundur saat harus bertahan, dan kurang tangguh saat duel satu lawan satu.
Kombinasi ini kerap membuat TAA keluar-masuk Timnas Inggris dan dikritik sejumlah pihak. Tapi, kritik itu belakangan hilang, seiring transformasi sang pemain belakangan ini.
Banyak yang menyebut, jebolan akademi Liverpool ini diubah Klopp menjadi "inverted wing back" seperti Dani Alves semasa di Barcelona. Tapi, saya lebih suka menyebutnya sebagai playmaker, karena ia terlihat leluasa mengatur tempo, memindah arah bola, bahkan membuat peluang.
Kurang lebih seperti peran Thiago Alcantara jika sedang fit, tapi dalam versi tempo cepat. Alih-alih dibilang "inverted wing back", peran baru pemain berambut gimbal ini lebih mirip "deep-lying playmaker".
Penyebabnya, ia sering berada sejajar dengan Fabinho di pos gelandang bertahan. Posisi ini tidak mencolok, tapi membuatnya leluasa berkreasi, layaknya seorang playmaker jempolan.
Dari sinilah, lini tengah Liverpool belakangan menjadi lebih hidup, berkat kiriman umpan umpan jitu dan assist nya. Enam kemenangan terakhir The Kop tak lepas dari perubahan ini, karena 5 assist berhasil dibuatnya.
Sinar terang Trent Alexander-Arnold seperti menjadi jawaban sementara, dari masalah di lini tengah The Reds, yang kebetulan akan dirombak besar-besaran.
Seperti diketahui, James Milner, Alex Oxlade-Chamberlain dan Naby Keita akan hengkang di akhir musim, dengan nama-nama sekaliber Alexis MacAllister, Ryan Gravenberch dan Mason Mount masuk radar.
Penyegaran di sektor dapur serangan ini memang perlu dilakukan, karena pemain senior seperti Fabinho dan Jordan Henderson mulai menua, dan Thiago cukup sering cedera.
Jika rencana "ganti mesin" Juergen Klopp berjalan lancar, lini tengah Liverpool akan jadi sangat menarik, karena selain punya gelandang petarung, mereka juga punya gelandang kreatif, yang akan membuat variasi serangan tim lebih hidup.
Tapi, berhubung Trent Alexander-Arnold terbukti bersinar di posisi barunya, pelatih asal Jerman itu tampaknya bisa mulai mematenkan posisi sang pemain di tengah.
Sebagai gantinya, pemain muda seperti Calvin Ramsay dan Stefan Bajcetic yang sudah mulai dipercaya main bisa dipoles. Dengan demikian, kita akan melihat Liverpool yang lebih segar musim depan.
Untuk musim ini, dengan segala masalah yang ada, bisa lolos ke Eropa saja sudah bagus buat Liverpool, karena mereka masih bertarung dengan memakai lini tengah yang sudah mulai "habis" secara performa di level atas.
Soal bagaimana wujud dan performa lini tengah Liverpool musim depan, semua akan sangat ditentukan oleh seberapa mulus adaptasi para pemain baru, dan seberapa bebas tim ini dari masalah cedera. Semakin mulus dan bebas cedera, semakin berbahaya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H