Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

"Kontrol Sosial" ala Liga Inggris

6 Mei 2023   21:40 Diperbarui: 6 Mei 2023   21:45 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aksi Gylfi Sigurdsson dan Adam Johnson di turnamen pramusim Barclays Asia Trophy 2013 (Alamy.com)

Dalam sepak bola, pembahasan soal para pemain tidak hanya berkutat pada aksi mereka di lapangan hijau, tapi juga mencakup seputar kehidupan pribadi mereka, termasuk hal tabu (khususnya dalam perspektif budaya timur) seperti kasus asusila yang terjadi beberapa kali di Liga Inggris.

Dalam waktu kurang dari sedekade terakhir, ada tiga pemain dari kasta tertinggi Liga Inggris, yang tersangkut perkara ini. Mereka adalah Adam Johnson (eks pemain Sunderland dan Manchester City, 2016), Gylfi Sigurdsson (eks pemain Swansea City dan Everton, 2021) dan Mason Greenwood (Manchester United, 2022).

Pada saat ditahan akibat kasus asusila, mereka umumnya sedang menikmati masa puncak performa atau dinilai berpotensi jadi bintang besar. Tapi, begitu mereka ditetapkan sebagai tersangka, karier sepak bola mereka praktis langsung tamat.

Dari tiga kasus ini saja, Adam Johnson dan Gylfi Sigurdsson sudah pensiun, sementara Mason Greenwood sudah lama dibekukan dari tim Manchester United, dan hampir pasti dilepas. Sebuah akhir tragis untuk seorang pemain yang sempat disebut punya potensi bersinar. 

Mason Greenwood (Goal.com)
Mason Greenwood (Goal.com)
Satu hal yang menarik di sini adalah, meski tak punya adat istiadat sekuat di Indonesia, kontrol sosial yang ada justru terlihat sangat kuat dan efektif.

Tak ada pemberitaan masif di media, bahkan nama si pemain sempat tidak disebutkan di tahap awal kasus, tapi ada sanksi sosial yang tak kalah berat dengan sanksi pelanggaran hukum yang didapat.

Adam Johnson dan Gylfi Sigurdsson tak pernah lagi beredar di klub maupun timnas. Greenwood juga terancam  bernasib serupa. Tak ada juga sponsor yang mau menggandeng.

Benar-benar sanksi sosial yang tak tanggung-tanggung, sangat kongkrit walau tidak ada seruan boikot atau semacamnya. Dalam senyap, mereka hilang dari peredaran, tapi tak dilupakan begitu saja, karena menjadi satu pelajaran mahal buat pemain lainnya.

Sebenarnya, ada kasus pelanggaran lain, yakni doping, yang juga tergolong pelanggaran serius, tapi karena sebagian bersifat bukan pelanggaran pidana atau kriminal (selama bukan mengkonsumsi narkoba) pelakunya kadang mendapat "kesempatan kedua", terutama jika terjadi secara tidak sengaja.

Seperti pada kasus Kolo Toure saat di Manchester City, yang sempat didakwa kasus doping selama 6 bulan tahun 2011, karena gagal lolos tes doping, yang ternyata disebabkan karena salah minum obat diet.

Meski begitu, dengan potensi sanksinya yang panjang dan dampaknya yang serius, kebanyakan pemain biasanya cenderung lebih berhati-hati, baik dalam menjaga sikap maupun gaya hidup.

Mengingat kontrol sosial di masyarakat dan industri olahraga secara umun yang sangat kuat, kesadaran diri menjadi kunci paling dasar, diluar kesadaran kolektif.

Diluar norma sosial dan yang berlaku, faktor lain yang membentuk kesadaran diri seorang atlet adalah sistem pembinaan. Lewat sistem pembinaan, mereka tak hanya dibiasakan berlatih secara fisik, tapi juga secara sikap dan disiplin. Semakin baik sistemnya, semakin bagus hasilnya, dan sistem itu tidak jadi dalam semalam.

Menariknya, dari dua jenis kasus ini, kita bisa melihat bersama, selain nilai kompetitif, sepak bola, seperti olahraga pada umumnya, juga punya nilai integritas yang berhubungan langsung dengan keseharian di masyarakat, lengkap dengan kontrol sosial yang berfungsi baik.

Tentu saja, semua tidak bisa langsung diterapkan sama persis di setiap negara, karena beda negara beda persoalan, tapi inilah nilai aplikatif dari olahraga, yang jika dibudayakan secara serius akan berdampak positif di masyarakat.

Selebihnya, tinggal bagaimana ini disadari dan diseriusi secara berkelanjutan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun