Judul di atas mungkin agak membingungkan di awal, tapi menjadi relevan ketika dikorelasikan. Penyebabnya, baik Everton maupun Hamburg SV sama-sama punya rekam jejak panjang di kasta tertinggi liga domestik masing-masing, dan menjadi salah satu tim perintis liga di era modern, yang juga pernah meraih beragam prestasi.
Tapi, ketika melihat situasi Everton dalam beberapa tahun terakhir, rasanya korelasi dengan tim Bundesliga Jerman itu semakin pas. Penyebabnya, mereka punya tren siklus penurunan mirip: dari tim yang tadinya bisa berprestasi dan bersaing di papan atas, lalu turun menjadi tim papan tengah dan pejuang lolos degradasi.
Level selebrasinya pun ikut turun. Dari yang sebelumnya merayakan titel juara atau tiket Eropa, lalu menjadikan momen lolos degradasi bak pesta juara. Tragis.
Bedanya, Hamburger SV menurun akibat efek krisis keuangan berkepanjangan, sebelum tim juara Liga Champions 1983 Â benar-benar terdegradasi dari kasta tertinggi untuk pertama kalinya (sejak 1963, atau tahun awal dimulainya era modern kompetisi Bundesliga Jerman) pada tahun 2018.Â
Sejak saat itu, Si Kaos Merah masih harus berjuang kembali lagi ke kasta tertinggi Bundesliga.
Sementara itu, meski belum sampai terdegradasi, penurunan Everton cukup terlihat. Padahal, mereka sebenarnya tidak sedang diterpa krisis keuangan, karena terbilang cukup royal dalam berbelanja, dengan tiap tahun rata-rata mengeluarkan dana mencapai 100 juta pounds.
The Toffees bahkan sedang mencanangkan proyek pembangunan stadion baru bernilai ratusan juta pounds. Benar-benar terlihat ambisius, jauh dari kata krisis keuangan.
Tapi, penurunan level tetap tak terhindarkan, karena rival sekota Liverpool ini sudah lama diganggu masalah mismanajemen. Akibat pemilik klub terlalu banyak merecoki urusan teknis, kekacauan demi kekacauan terus saja hadir, dan menghilangkan kestabilan yang terbangun sejak lama.
Saking kacaunya, pelatih sekelas Carlo Ancelotti saja terlihat seperti pelatih kelas medioker selama bertugas di sana, tepat sebelum sang Italiano kembali melatih Real Madrid dan meraih beragam prestasi.
Selain Don Carlo, Direktur Olahraga berpengalaman seperti Marcel Brands juga sempat dicap gagal sebelum akhirnya kembali ke PSV Eindhoven dan turut membantu tim asuhan Ruud Van Nistelrooy juara Piala KNVB baru-baru ini.