Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Everton, "De Ja Vu" Hamburg SV?

2 Mei 2023   15:22 Diperbarui: 2 Mei 2023   15:25 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hamburg SV, masih berjuang bangkit dari keterpurukan (Mirror.co.uk)

Judul di atas mungkin agak membingungkan di awal, tapi menjadi relevan ketika dikorelasikan. Penyebabnya, baik Everton maupun Hamburg SV sama-sama punya rekam jejak panjang di kasta tertinggi liga domestik masing-masing, dan menjadi salah satu tim perintis liga di era modern, yang juga pernah meraih beragam prestasi.

Tapi, ketika melihat situasi Everton dalam beberapa tahun terakhir, rasanya korelasi dengan tim Bundesliga Jerman itu semakin pas. Penyebabnya, mereka punya tren siklus penurunan mirip: dari tim yang tadinya bisa berprestasi dan bersaing di papan atas, lalu turun menjadi tim papan tengah dan pejuang lolos degradasi.

Level selebrasinya pun ikut turun. Dari yang sebelumnya merayakan titel juara atau tiket Eropa, lalu menjadikan momen lolos degradasi bak pesta juara. Tragis.

Bedanya, Hamburger SV menurun akibat efek krisis keuangan berkepanjangan, sebelum tim juara Liga Champions 1983  benar-benar terdegradasi dari kasta tertinggi untuk pertama kalinya (sejak 1963, atau tahun awal dimulainya era modern kompetisi Bundesliga Jerman) pada tahun 2018. 

Sejak saat itu, Si Kaos Merah masih harus berjuang kembali lagi ke kasta tertinggi Bundesliga.

Hamburg SV, masih berjuang bangkit dari keterpurukan (Mirror.co.uk)
Hamburg SV, masih berjuang bangkit dari keterpurukan (Mirror.co.uk)
Sementara itu, meski belum sampai terdegradasi, penurunan Everton cukup terlihat. Padahal, mereka sebenarnya tidak sedang diterpa krisis keuangan, karena terbilang cukup royal dalam berbelanja, dengan tiap tahun rata-rata mengeluarkan dana mencapai 100 juta pounds.

The Toffees bahkan sedang mencanangkan proyek pembangunan stadion baru bernilai ratusan juta pounds. Benar-benar terlihat ambisius, jauh dari kata krisis keuangan.

Tapi, penurunan level tetap tak terhindarkan, karena rival sekota Liverpool ini sudah lama diganggu masalah mismanajemen. Akibat pemilik klub terlalu banyak merecoki urusan teknis, kekacauan demi kekacauan terus saja hadir, dan menghilangkan kestabilan yang terbangun sejak lama.

Saking kacaunya, pelatih sekelas Carlo Ancelotti saja terlihat seperti pelatih kelas medioker selama bertugas di sana, tepat sebelum sang Italiano kembali melatih Real Madrid dan meraih beragam prestasi.

Selain Don Carlo, Direktur Olahraga berpengalaman seperti Marcel Brands juga sempat dicap gagal sebelum akhirnya kembali ke PSV Eindhoven dan turut membantu tim asuhan Ruud Van Nistelrooy juara Piala KNVB baru-baru ini.

Jadi, jangan heran kalau euforia Evertonian begitu hebat saat tim kesayangan mereka lolos dari degradasi Liga Inggris musim 2021-2022 lalu. Persis seperti yang terjadi di Hamburg SV, sebelum akhirnya terdegradasi.

Untuk musim 2022-2023, ancaman turun kasta memang kembali dihadapi Jordan Pickford dkk, tapi situasinya bisa dibilang cukup pelik.

Klub milik Farhad Moshiri masih tertahan di posisi 19 Liga Inggris, setelah pada partai terakhir bermain imbang 2-2 lawan Leicester City, Selasa (2/5, dinihari WIB). Dalam partai ini, Leicester bahkan bisa saja menang, andai tendangan penalti James Maddison di akhir babak pertama menjadi gol.

Meski hanya terpaut satu poin dengan zona aman, jarak cukup rapat diantara lima tim posisi terbawah Liga Inggris membuat persaingan semakin alot. Selain Southampton (nilai 24) yang agak tertinggal, posisi 16-18 Liga Inggris hanya dibedakan oleh selisih gol, dengan Everton terpaut satu poin di belakang.

Tapi, tim asuhan Sean Dyche ini berada dalam posisi sulit, karena di empat partai sisa, lawan-lawan yang dihadapi cukup alot. Ada Manchester City yang sedang mengejar trofi juara dan Brighton yang sedang berjuang mengejar mimpi lolos ke Eropa.

Dua tim lain, yakni Bournemouth dan Wolverhampton Wanderers juga sedang dalam tren positif, dan sama-sama sedang mengejar poin demi memastikan diri tetap aman.

Dengan situasi yang ada, skenario tim Merseyside Biru untuk lolos dari degradasi terlihat rumit, karena selain bergantung pada diri sendiri dan performa tim rival,  keberuntungan ekstra juga dibutuhkan di sini, karena dalam posisi sedemikian ketat, selisih gol bisa menentukan.

Andai bisa lolos lagi dari degradasi, mungkin ini akan jadi alasan sempurna buat Evertonian tumpah ke lapangan, persis seperti musim lalu. Tapi, andai kali ini gagal lolos, sepertinya periode sulit sudah menunggu di depan mata, karena kekacauan yang ditabur selama beberapa tahun terakhir akhirnya berbuah petaka.

Sebagai klub yang sudah rutin tampil di kasta tertinggi sejak musim 1954-1955, dan belum pernah terdegradasi sejak era Liga Premier, Everton saat ini seperti sedang mempertaruhkan segalanya.

Kalau gagal, ini akan jadi pukulan telak, karena mereka berpotensi ditinggal pemain kunci, rugi secara finansial, dan akan kesulitan secara mental.

Untuk yang disebut terakhir, ini akan jadi satu tantangan berat, selama tak ada upaya perbaikan serius, karena terdegradasi untuk pertama kalinya setelah puluhan tahun biasanya jadi pukulan keras, apalagi jika tim tersebut membanggakan sejarah panjang mereka, termasuk jejak rivalitas Derby Merseyside dengan Liverpool.

Akankah Everton kembali bertahan?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun