Judul di atas mungkin terdengar aneh, terutama ketika konteksnya adalah keputusan FIFA, soal status Indonesia sebagai Tuan Rumah Piala Dunia U20.
Seperti diketahui, dalam beberapa hari terakhir, status Indonesia menjadi abu-abu karena sejumlah pihak menolak kedatangan Timnas Israel U-20 ke Indonesia. Padahal, mereka datang karena memang lolos dari fase kualifikasi zona UEFA, bukan dari hadiah gratis.
Akibat kegaduhan yang ada, Presiden Jokowi sampai merilis pernyataan resmi yang menjamin keamanan Timnas Israel U-20 di Indonesia, dan mengutus Erick Thohir (Ketum PSSI dan Menteri BUMN) untuk melobi FIFA.
Tapi, nasi sudah menjadi bubur, yang sayangnya tidak bisa diolah jadi bubur ayam lezat. Kegaduhan yang ada rupanya sudah membuat FIFA mantap mencoret Indonesia sebagai tuan rumah. Keputusan ini diambil FIFA, setelah melalui  diskusi dengan sang Ketum PSSI, yang juga mewakili pemerintah, Rabu (29/3).
Tentu saja, ini jadi kabar menyesakkan, karena meski hanya turnamen kelompok umur, Piala Dunia U-20 adalah satu momen yang diharapkan bisa memantik gairah pembaruan sepak bola nasional.
Maklum, sepak bola nasional tahun ini sedang morat-marit imbas Tragedi Kanjuruhan dan sederet masalah lain yang sudah lama ada.
Soal bagaimana perasaan publik sepak bola nasional ketika kabar ini resmi, tentu kebanyakan akan merasa kecewa, sedih, atau marah, karena politisasi sudah merusak satu kesempatan langka di depan mata.
Diluar itu, ada juga secuil rasa malu, karena ini dilihat seluruh dunia. Ditambah lagi, Indonesia mendapati satu realita lain, soal peluang tampil di Piala Dunia: jangankan lolos dari fase kualifikasi, lolos sebagai tuan rumah saja tetap batal tampil.
Kedengarannya seperti satu anekdot, tapi itulah yang terjadi. Celakanya, realita memalukan ini sudah terlanjur tercatat dalam sejarah.
Yang lebih menyakitkan, kalau sampai FIFA menjatuhkan sanksi berat, Timnas Indonesia senior juga akan terancam dicoret dari Piala Asia.