Lagu ini cukup lugas, dan bisa jadi tidak akan tembus label rekaman non-indie, karena terlalu melawan arus. Kurang meyakinkan untuk jadi dagangan perusahaan rekaman.
Meski begitu, lagu ini adalah satu jawaban menarik soal cap "anak senja". Terlepas dari romantisasi yang belakangan ada soal senja, sepertinya sebutan "anak cinta" juga layak disematkan pada pecinta label rekaman mainstream, karena lagu yang dihasilkan mayoritas bertema cinta ala anak muda.
Memang, ini tak lepas dari tuntutan industri, tapi ide yang ada sudah terlalu usang, bahkan berdampak kurang baik buat anak-anak. Akibat terlalu banyaknya lagu soal cinta, ada banyak anak jadi dewasa sebelum waktunya.
Dulu, perbedaan antara label indie dan mainstream mungkin terlihat jauh, tapi perbedaan itu belakangan menjadi tipis berkat digitalisasi teknologi.
Sudah ada begitu banyak orang menikmati di platform streaming musik, dengan pilihan begitu banyak. Inilah satu bukti penerapan konsep "customer oriented", yang menggantikan konsep berbasis produsen.
Seharusnya, ini bisa menjadi satu masukan penting buat para pelaku industri musik label mainstream, untuk mulai membuka keberagaman isi lagu, supaya bisa tetap eksis.
Jangan sampai masyarakat suatu saat  nanti mengalami rasa jenuh, akibat tema yang monoton, karena musik sendiri sejatinya berdimensi luas. Jadi, akan sangat  aneh kalau terlalu dipersempit.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H