Dalam beberapa waktu terakhir, banyak muncul seruan untuk menolak kedatangan Timnas Israel U-20 ke Indonesia. Seperti diketahui, Tim Biru Putih akan tampil di Piala Dunia U-20 di Indonesia setelah lolos kualifikasi zona UEFA. Penyebabnya antara lain karena faktor politik, yang sebenarnya bukan pertama kali terjadi.
Sejarah mencatat, Timnas Indonesia (dan beberapa negara lain) pernah menolak bertanding di Kualifikasi Piala Dunia 1958, antara lain karena alasan politis.
Kejadian ini sudah lewat lebih dari 60 tahun lalu, tapi masih menciptakan respon serupa di sebagian kalangan. Kebetulan, Indonesia juga tak punya hubungan diplomatik dengan Israel, jadi, ada alasan kuat untuk menolak.
Di sisi lain, pemerintah sendiri menjamin, tim asuhan Ofir Haim tetap bisa bertanding di Indonesia, karena kedatangan mereka murni untuk bermain sepak bola, bukan untuk berpolitik.
Karena itu, tidak seharusnya politik dan olahraga dicampur aduk. Meski keduanya kadang bersinggungan, bukan berarti boleh dipolitisasi.
Melihat situasinya, saya justru melihat kasus Timnas Israel ini sebagai satu pelajaran sekaligus ujian buat Indonesia. Mengapa?
Disebut pelajaran, karena dari sini PSSI dan pemerintah bisa melihat, menjadi tuan rumah turnamen tingkat dunia (walaupun level junior) tetap punya risiko yang harus diperhatikan. Salah satunya jika tamu yang  datang punya posisi politik seperti Israel.
Sebagai sebuah tim, mereka datang sebagai tim yang lolos kualifikasi, bukan karena terpilih jadi tuan rumah atau dapat tiket gratis. Jadi, akan kurang adil kalau mereka ditolak begitu saja. Kecuali kalau ada kasus luar biasa seperti pengaturan skor atau skorsing FIFA.
Sederhananya, PSSI jangan hanya mau enaknya saja, tapi harus siap untuk hal tak terduga seperti ini. Kalau di turnamen level junior saja sudah kelabakan, apa jadinya di level senior?
Terlepas dari pro-kontra yang muncul, alih-alih menolak karena alasan politis, kedatangan Israel ke Indonesia justru bisa dimanfaatkan secara politis oleh pemerintah Indonesia. Bukan dalam arti negatif, tapi positif.
Secara politis, jika pemerintah Indonesia mau menerima kedatangan Timnas Israel U-20, momen ini bisa dimanfaatkan sebagai "sentilan" untuk FIFA dan negara-negara Eropa, yang ramai-ramai menghukum Rusia karena aksi militer di Ukraina. tapi terkesan diam saja pada Israel, yang selama puluhan tahun berkonflik dengan Palestina.
Tidak ada yang salah dengan menerima kedatangan Israel ke Indonesia, karena itu menjadi penerapan politik bebas aktif.
Sebelumnya, sikap netral juga sudah ditunjukkan, kala Presiden Jokowi berkunjung ke Ukraina dan Rusia beberapa waktu lalu.
Dengan modal pengalaman seperti itu, seharusnya, menerima kedatangan Timnas Israel bukan hal sulit. Mereka hanya satu dari 23 tim dari seluruh dunia, yang akan datang ke Indonesia untuk main bola.
Jadi, akan sedikit memalukan kalau ada politisasi berlebihan di sini. Seluruh dunia akan melihat, dan karenanya pemerintah, PSSI dan pihak-pihak terkait harus hati-hati, tapi tetap cerdik, karena politisasi kadang menjebak.
Terlepas dari apapun prestasi Garuda Muda di Piala Dunia U-20 nanti, sorotan soal Timnas Israel U-20 juga akan jadi penentu sukses-tidaknya Indonesia sebagai tuan rumah.
Kalau mampu menjadi tuan rumah yang baik bahkan berprestasi, turnamen usia muda ini mungkin akan diingat sebagai satu cerita positif, karena nilai "Fair Play" benar-benar mampu diterapkan dengan elegan.
Akankah?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H