Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Joglosemar Pilihan

Menulis dan Jemparingan, Tak Serupa tapi Sama

12 Maret 2023   14:00 Diperbarui: 12 Maret 2023   14:01 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Judul di atas mungkin terdengar aneh, tapi begitulah pesan yang saya dapat dari event KJOG bersama Komunitas Paseduluran Langenastro di Sasana Jemparingan Wisanggeni, Bantul, Yogyakarta, Sabtu (10/3) lalu.

Pada event Jemparingan ini, sebenarnya saya hanya jadi penonton, karena kondisi fisik saya memang tidak memungkinkan untuk melakukan semua tahapan praktek jemparingan, tapi dari sinilah saya mendapat ruang leluasa untuk mengamati lebih jauh, menemukan ide, dan merangkainya menjadi tulisan yang sedang  Anda baca ini.

Sekilas, jemparingan atau olahraga panahan tradisional Jawa dan menulis adalah dua hal yang sama sekali berbeda. 

Tapi, dalam beberapa hal mendasar, ternyata mereka berada dalam ruang yang sama, bahkan bergerak dalam kerangka proses yang juga sama. 

Inilah satu keunikan jemparingan sebagai satu warisan budaya yang berdimensi luas, karena menghadirkan sisi fisik dan spiritual secara bersamaan.

Pada prosesnya, baik menulis maupun jemparingan sama-sama menjalankan proses mendengar, dan memahami sebagai persiapan, sebelum akhirnya melakukan eksekusi. Dari mendengar, kita bisa tahu dan paham apa yang ingin dilakukan, sehingga tidak kebingungan saat melakukan eksekusi.

Proses ini berjalan runtut, dengan urutan yang tidak bisa diganti seenaknya. Dari gambaran besar yang sifatnya umum ke gambaran kecil yang sifatnya khusus, sebelum akhirnya menemukan pesan utama yang perlu disampaikan.

Dalam beberapa kasus langka, memang ada orang yang masuk kategori "berbakat", dan mengawali secara tak sengaja, tapi setelah akhirnya memutuskan untuk menekuni, proses "menemukan diri" yang sama tetap akan dijalani.

Dalam jemparingan maupun menulis, pembiasaan juga jadi titik awal. Sebelum menembak sasaran dengan anak panah, ada proses belajar menarik busur, seperti halnya proses mengolah rasa dalam merangkai kata sebelum jadi sebuah tulisan.

Saya tidak mengedepankan rasa suka di sini, karena rasa suka kadang bersifat temporer, layaknya tren mainan lato-lato, dan masih perlu diuji lebih jauh.

Tujuannya agar bisa menyadari, seberapa besar kemampuan dan apa saja yang jadi kekurangan, supaya bisa lebih berkembang, atau minimal jadi satu kebiasaan positif.

Dengan "bisa rumangsa" atau bisa menyadari inilah, kontinuitas bisa terbangun. Kemampuan pun akan meningkat secara natural, bahkan kadang tanpa disadari, karena sudah menikmati kontinuitas itu.

Sekalipun sudah bertahun-tahun menjalani, rasa jenuh tak akan mampu menghentikan, karena tahap "menemukan diri", yang memang jadi titik tujuan sudah dicapai. Kalau sudah menemukan diri di dalam, barulah dampak positif ke luar bisa diciptakan.

Ini jelas berbeda dengan mereka yang sejak awal "rumangsa bisa" alias merasa bisa. Pada awalnya, mereka terlihat menjanjikan, tapi pada akhirnya rontok sendiri.

Penyebabnya bukan karena mereka tidak punya kemampuan, tapi lebih karena enggan menyadari batasan diri, apalagi mau berproses menemukan dirinya.

Satu kesamaan lain yang jadi benang merah antara jemparingan dan menulis adalah rasa tanggung jawab dan kehati-hatian. 

Dalam jemparingan, ini misalnya tercermin dari kebiasaan mengambil kembali anak panah yang sudah dilepas, dan merapikan lagi busur setelah selesai digunakan. Kehati-hatian sendiri menjadi satu aspek wajib, supaya panah yang dilepas tidak membahayakan orang lain.

Ini mirip dengan sisi tanggung jawab etis dalam menulis. Dimana, menulis, khususnya pada hal-hal serius atau faktual tidak boleh asal, begitu juga dalam menulis karya fiksi, karena baik-buruknya sebuah tulisan bisa memengaruhi sikap pembacanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Joglosemar Selengkapnya
Lihat Joglosemar Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun