Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

PSG dan Sebuah Paradoks

9 Maret 2023   22:56 Diperbarui: 12 Maret 2023   07:33 1107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemain PSG, Lionel Messi (kanan) dan pemain Bayern Munchen, Joshua Kimmich (kiri) berebut bola kala PSG menghadapi Bayern Munchen di leg pertama Liga Champions, Rabu (15/2/2023). Foto: AFP/ANNE-CHRISTINE POUJOULAT via kompas.com

Di sini, kenyamanan karena sudah dominan di dalam negeri terbukti melenakan, karena klub yang berdiri tahun 1970 ini terlanjur terbiasa jadi "kuda kabur" yang sejak awal sudah berlari jauh di pacuan juara Ligue 1, bukan tim yang menekan sebagai pengejar.

Makanya, ketika menghadapi fase gugur, mereka terlihat sangat berbeda. Sekalipun diperkuat Lionel Messi dan Kylian Mbappe yang moncer di Piala Dunia 2022, kegagalan di Eropa seperti enggan menjauh.

Memang, tim yang disebut sebagai salah satu tim paling royal di Eropa ini sempat mencapai final (2020) dan semifinal (2021). Sayang, hasilnya tetap nihil. PSG malah sering kena mental setiap kali bertemu tim kuat di fase gugur.

PSG, digdaya di Prancis, tapi loyo di Liga Champions (Goal.com)
PSG, digdaya di Prancis, tapi loyo di Liga Champions (Goal.com)

Paling gres, Lionel Messi dkk dipaksa angkat koper di babak perdelapan final, setelah kalah agregat 0-3 dari Bayern Munich, Kamis (9/3, dinihari WIB). Meski sebenarnya berani bermain terbuka, kemampuan jagoan Jerman itu dalam memberi pukulan telak di saat penting mampu jadi pembeda.

Soal taktik PSG sebenarnya juga sudah lebih baik dibanding musim lalu. Keputusan pelatih Christophe Galtier menempatkan Messi di posisi "nomor 10" sukses membuat sang juara Piala Dunia 2022 kembali bersinar. La Pulga mampu membangun trisula lini depan bersama Neymar dan Mbappe.

Tapi, ketika trio ini tidak dalam kondisi terbaik, rencana eks pelatih Lille itu terbukti kacau saat bertemu Bayern.

Di leg pertama, daya gedor tim tidak maksimal, karena Mbappe yang baru pulih dari cedera otot hanya bisa bermain sebentar. Di leg kedua, PSG kehilangan Neymar yang cedera engkel parah.

Dengan kondisi compang-camping melawan tim berpengalaman seperti The Bavarians, tidak kalah lebih dari 3 gol saja sudah lumayan. Sehebat apapun Leo dan Mbappe, mereka tetap kesulitan kalau tak didukung tim secara utuh.

Tentunya, kegagalan ini memperpanjang rasa penasaran PSG pada trofi Liga Champions. Wacana pergantian pelatih pun mengemuka, dengan Thomas Tuchel dan Jose Mourinho berada dalam radar.

Dengan fulus melimpah dari Al Khelaifi, bongkar pasang tim biasanya bukan perkara sulit. Masalahnya, dengan kinerja keuangan klub yang jeblok selama beberapa tahun terakhir, sanksi akibat pelanggaran Financial Fair Play sudah menunggu di depan mata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun