Di sini, kenyamanan karena sudah dominan di dalam negeri terbukti melenakan, karena klub yang berdiri tahun 1970 ini terlanjur terbiasa jadi "kuda kabur" yang sejak awal sudah berlari jauh di pacuan juara Ligue 1, bukan tim yang menekan sebagai pengejar.
Makanya, ketika menghadapi fase gugur, mereka terlihat sangat berbeda. Sekalipun diperkuat Lionel Messi dan Kylian Mbappe yang moncer di Piala Dunia 2022, kegagalan di Eropa seperti enggan menjauh.
Memang, tim yang disebut sebagai salah satu tim paling royal di Eropa ini sempat mencapai final (2020) dan semifinal (2021). Sayang, hasilnya tetap nihil. PSG malah sering kena mental setiap kali bertemu tim kuat di fase gugur.
Paling gres, Lionel Messi dkk dipaksa angkat koper di babak perdelapan final, setelah kalah agregat 0-3 dari Bayern Munich, Kamis (9/3, dinihari WIB). Meski sebenarnya berani bermain terbuka, kemampuan jagoan Jerman itu dalam memberi pukulan telak di saat penting mampu jadi pembeda.
Soal taktik PSG sebenarnya juga sudah lebih baik dibanding musim lalu. Keputusan pelatih Christophe Galtier menempatkan Messi di posisi "nomor 10" sukses membuat sang juara Piala Dunia 2022 kembali bersinar. La Pulga mampu membangun trisula lini depan bersama Neymar dan Mbappe.
Tapi, ketika trio ini tidak dalam kondisi terbaik, rencana eks pelatih Lille itu terbukti kacau saat bertemu Bayern.
Di leg pertama, daya gedor tim tidak maksimal, karena Mbappe yang baru pulih dari cedera otot hanya bisa bermain sebentar. Di leg kedua, PSG kehilangan Neymar yang cedera engkel parah.
Dengan kondisi compang-camping melawan tim berpengalaman seperti The Bavarians, tidak kalah lebih dari 3 gol saja sudah lumayan. Sehebat apapun Leo dan Mbappe, mereka tetap kesulitan kalau tak didukung tim secara utuh.
Tentunya, kegagalan ini memperpanjang rasa penasaran PSG pada trofi Liga Champions. Wacana pergantian pelatih pun mengemuka, dengan Thomas Tuchel dan Jose Mourinho berada dalam radar.
Dengan fulus melimpah dari Al Khelaifi, bongkar pasang tim biasanya bukan perkara sulit. Masalahnya, dengan kinerja keuangan klub yang jeblok selama beberapa tahun terakhir, sanksi akibat pelanggaran Financial Fair Play sudah menunggu di depan mata.