Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Dear PSSI, Apa Salah Pemain Naturalisasi?

8 Maret 2023   22:00 Diperbarui: 9 Maret 2023   19:23 1670
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Stefano Lilipaly & Marc Klok (Tribunnews.com)

Judul di atas adalah satu pertanyaan yang muncul di pikiran saya, dan mungkin sebagian publik sepak bola nasional, terkait kebijakan PSSI untuk pemain naturalisasi di liga Indonesia musim depan.

Seperti diketahui, PSSI menetapkan kuota batasan pemain naturalisasi di setiap klub menjadi dua pemain per tim, dari yang sebelumnya tidak dibatasi.

Di satu sisi, ini bisa dipahami sebagai cara mengatasi kesenjangan kualitas di setiap tim. Dengan kualitas kurang lebih mirip dengan pemain asing, tim yang punya banyak pemain naturalisasi memang punya keuntungan tersendiri, minimal dari sisi kedalaman kualitas tim.

Masalahnya, PSSI seperti lupa, para pemain naturalisasi ini sudah berstatus WNI, sama dengan pemain lokal. Mereka punya KTP, dan sudah sah secara legal menjadi WNI, bahkan ada yang jadi pemain andalan Timnas Indonesia, misalnya Marc Klok dan Stefano Lilipaly.

Mereka memenuhi syarat dan sudah mentaati aturan untuk menjadi WNI. Kenapa harus dibedakan?

Di dunia ini, hanya ada istilah warga negara asing dan warga negara setempat. Tidak ada istilah warga negara naturalisasi.

PSSI tampaknya juga lupa, seberapa getol mereka dulu, saat berusaha mencari pemain keturunan Indonesia untuk dinaturalisasi, atau pemain asing yang memang ingin jadi WNI.

Baca juga: A Win To Remember

Kalau mereka dulu dikejar-kejar hanya untuk dibatasi ruangnya, ini memalukan. Negara sekelas Italia, Jerman, dan Argentina saja punya pemain keturunan asing, tapi mereka tidak melakukan pembatasan, karena mengutamakan kualitas daripada "tingkat kandungan dalam negeri" (TKDN) karena mereka manusia, bukan ponsel. 

Apakah pemain blasteran yang sejak awal sudah memilih jadi WNI (misal Elkan Baggott dan Ronaldo Kwateh) akan dibatasi juga?

Stefano Lilipaly & Marc Klok (Tribunnews.com)
Stefano Lilipaly & Marc Klok (Tribunnews.com)

Entahlah, tapi kalau PSSI masih bersikeras membedakan pemain naturalisasi dengan pemain lokal, ini adalah satu praktik diskriminasi. PSSI boleh saja mendorong narasi "local pride" atau semacamnya ke media.

Tapi, ini bisa jadi kontraproduktif, karena kompetisi masih amburadul di level senior dan vakum di level junior. Ironisnya, masih banyak narasi bernada "overproud" soal kiprah pemain keturunan Indonesia di luar negeri, sekaligus menjelaskan minimnya hal yang bisa dibanggakan dari sepak bola nasional.

Kalau para pemain naturalisasi ini memutuskan kembali ke negara awalnya (seperti pada kasus Sergio Van Dijk) tentu ini bisa jadi perseden buruk. Apalagi, kalau proyek mencari pemain keturunan Indonesia masih berlanjut.

Negara yang bangga dengan keragaman dan kepelbagaiannya justru masih punya sisi diskriminatif layaknya di era kolonial. Apa kata dunia?

Di sisi lain, kebijakan PSSI kali ini menghadirkan satu gambaran meragukan, soal bagaimana era Erick Thohir berjalan. Setelah mengingkari janji memutar Liga 2 dan 3, aturan kuota batasan pemain naturalisasi jadi satu keraguan lain, yang muncul.

Memang, eks pemilik Inter Milan itu punya rekam jejak panjang di sepak bola, tapi kebijakan ini malah membuat sudut pandangnya terlihat sempit. Sepak bola adalah satu olahraga yang menjunjung tinggi nilai universal, kenapa malah menghadirkan satu kebijakan yang terkesan diskriminatif?

Mungkin, setelah ini akan klarifikasi, khususnya setelah ada gaduh lebih kencang. Sekalipun akhirnya ada pembatalan, jujur saja, saya justru pesimis dengan kepengurusan PSSI kali ini.

Mereka tidak bergerak memperbaiki masalah kronis yang mendasar, seperti ketiadaan kompetisi dan sistem pembinaan pemain muda, tapi justru membuat keputusan aneh, yang sebenarnya berawal dari kebijakan mereka sendiri soal naturalisasi pemain.

Satu lagi, kepengurusan PSSI kali ini tampaknya punya kelemahan cukup parah dalam hal komunikasi kebijakan ke publik. Kalau belum apa-apa sudah serba gaduh, rasanya sulit untuk mengharapkan ada kemajuan berarti.

Komunikasi kebijakan saja masih belepotan, apa bisa membenahi kekacauan, bahkan mencatat prestasi tinggi?

Seharusnya, kekurangan ini bisa segera disadari dan diperbaiki, kalau tidak, tidak ada lagi yang bisa diharapkan di sini.

Bisa?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun