Tahun 2023 bisa dibilang menjadi satu tahun yang cukup berwarna bagi sepak bola nasional. Bukan hanya karena ada pergantian Ketum PSSI, tapi juga karena perhelatan Piala Dunia U-20 yang diikuti Timnas Indonesia selaku tim tuan rumah.
Seperti diketahui, turnamen besutan FIFA ini sangat diperhatikan oleh pemerintah, media dan PSSI. Publik pun cukup antusias, walau tidak semuanya satu suara.
Tapi, kalau boleh jujur, saya justru melihat, ada satu salah kaprah cukup mendasar di sini. Bukan karena turnamen ini tidak bergengsi, tapi karena turnamen ini dipandang secara berlebihan.
Memang, untuk kategori turnamen sepak bola pria yang digelar FIFA, Piala Dunia U-20 adalah turnamen terbesar setelah Piala Dunia senior. Turnamen ini memang punya prestise kelas internasional.
Masalahnya, prestise itu tidak menjadi daya tarik utama, karena turnamen yang awalnya terinspirasi dari Turnamen Toulon (Prancis) ini justru lebih terkenal sebagai ajang pencarian talenta masa depan kelas satu.
Dalam sejarahnya Piala Dunia U-20 memang jadi panggung besar pertama buat beberapa bintang kelas dunia. Mulai dari Diego Maradona dan Lionel Messi (Argentina) sampai Paul Pogba (Prancis) dan Erling Haaland (Norwegia).
Jadi, mengharapkan ada banyak pemasukan dari penonton (dalam hal ini turis asing) di turnamen ini sebenarnya kurang tepat. Kalau ini Piala Dunia senior, mungkin bisa diharapkan, tapi ini turnamen level junior.
Kalaupun ada yang bisa diharapkan, itu justru berasal dari suporter lokal. Jika animonya tinggi, ada potensi pemasangan cukup besar.
Satu lagi, dalam posisinya sebagai satu kompetisi pemain muda, Piala Dunia U-20 bukan turnamen yang pas untuk dibebani target prestasi tinggi.