Jadi, tidak salah kalau bos Mahaka Group ini langsung mengubah titik fokus, karena disanalah sumber masalahnya berasal. Dengan perbaikan dari dasar, akan ada satu modal positif di tingkat selanjutnya, dalam hal ini peningkatan kualitas perwasitan, infrastruktur, dan kompetisi.
Penggunaan VAR sendiri sebenarnya bukan perkara remeh, karena membutuhkan kesiapan teknis dan keterampilan memadai.
Untuk saat ini, jangankan VAR, pemakaian hakim garis tambahan saja masih serba belepotan. Dengan kata lain, kalau penggunaan VAR tetap dipaksakan, hasilnya malah akan merugikan.
Situasinya kurang lebih sama dengan menyerahkan pisau pemotong daging kepada bocah yang baru pertama kali memegang gunting kertas. Horor.
Karenanya, bukan kejutan kalau penggunaan VAR di Liga Indonesia masih belum akan dimulai dalam waktu dekat. Ada banyak hal yang harus dibenahi dan dipersiapkan, sebelum akhirnya bisa digunakan secara optimal.
Itu baru sektor perwasitan, belum yang lain.
Dengan masalah kronis yang ada di sepak bola nasional selama ini, bukan kejutan juga kalau bulan-bulan awal kepengurusan PSSI era Erick Thohir akan diwarnai dengan kekagetan demi kekagetan, lengkap dengan benang kusut yang terkuak di sana-sini.
Jadi, sudah saatnya optimisme berlebihan soal kehadiran salah satu bos Persis Solo dan Menpora di kepengurusan PSSI ditepikan sejenak. Satu periode kepengurusan tidak akan bisa membereskan penyakit kronis berumur puluhan tahun secara instan, kecuali ada upaya perbaikan total yang sangat ekstrem di sini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H