"Bukan bermaksud pesimis, ini hanya sebuah antisipasi, karena dalam beberapa tahun terakhir,"
Dalam sepak bola nasional, kaitan posisi Ketum PSSI dengan sepak bola kerap mengundang tanda tanya.Â
Maklum, beragam kalangan pernah mengisi, tapi tak banyak yang benar-benar punya rekam jejak nyata dengan sepak bola.Â
Ada purnawirawan militer, politisi, sampai purnawirawan polisi.
Hampir tidak ada yang punya hubungan nyata dengan si kulit bundar, sampai akhirnya Erick Thohir datang.
Terpilihnya Erick Thohir sebagai Ketum PSSI dalam KLB PSSI, Kamis (16/2) menghadirkan satu optimisme. Maklum, untuk pertama kalinya dalam sejarah, PSSI punya Ketum dengan rekam jejak panjang di sepak bola nasional dan internasional.
Seperti diketahui, bos Mahaka Group ini pernah menjadi pemilik klub Inter Milan (Serie A Italia) dan DC United (MLS Amerika Serikat). Di tingkat nasional, dirinya juga pernah menyokong klub seperti Persija dan Persib.
Teraktual, sosok yang mengungguli La Nyalla Mattalitti dalam pemilihan Ketum PSSI ini juga masih tercatat sebagai pemegang saham di Persis Solo dan Oxford United (klub kasta bawah Liga Inggris.
Rekam jejak ini jelas ideal, karena bisa lebih membuka cara pandang di sepak bola nasional. Sedikit optimisme juga muncul, karena segera setelah terpilih, wacana reformasi PSSI langsung diserukan.
Tak cukup sampai disitu, ada juga rencana menggulirkan lagi Liga 2 dan 3, penggunaan VAR, pembangunan kamp latihan Timnas Indonesia, dan perbaikan kualitas wasit. Semuanya dicanangkan sebagai langkah awal meningkatkan kualitas sepak bola nasional.
Dari beberapa rencana yang dikemukakan Erick Thohir, optimisme memang terasa, tapi, masih ada keraguan yang terselip.Â
Bukan bermaksud pesimis, ini hanya sebuah antisipasi, karena dalam beberapa tahun terakhir, Ketum PSSI datang silih berganti, tapi hasilnya cenderung stagnan.
Maka, ketika wacana reformasi digulirkan, ini akan jadi satu tantangan berat, karena yang dilawan adalah satu sistem kebobrokan berumur puluhan tahun.Â
Satu periode jabatan mungkin tidak akan bisa menghapus seketika, tapi harus ada langkah awal dan berkelanjutan di sini.
Satu kerusakan sistem harus dihadapi juga secara sistematis. Simpel.
Satu PR besar lain datang dari urgensi menggulirkan kompetisi, sekaligus mematangkan pembinaan pemain muda.Â
Dalam banyak kesempatan, ini kurang ditangani dengan baik, padahal dari sinilah  pemain berkualitas tercipta. Jangan lupa, PSSI juga masih belum punya kantor sendiri.
Karenanya, meski punya rekam jejak mentereng, Erick Thohir punya satu paket tantangan besar yang harus dihadapi. Baik-buruknya era sang Menteri BUMN di PSSI memang belum akan terlihat dalam semalam, tapi kita bisa menilainya setelah akhir periode datang.
Untuk saat ini, terlepas dari berbagai kemungkinan yang ada, kita hanya perlu mengucapkan "Selamat Bertugas" pada jajaran pengurus baru PSSI, semoga (minimal) bisa sedikit lebih baik dari periode sebelumnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H