Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Setelah Juventus, Giliran Manchester City

7 Februari 2023   21:40 Diperbarui: 7 Februari 2023   21:41 338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Musim 2022-2023 diwarnai banyak cerita menarik, baik didalam maupun luar lapangan. Salah satu jenis cerita yang menarik perhatian adalah terkuaknya kasus pelanggaran aturan finansial oleh dua klub besar Eropa, yakni Juventus dan Manchester City.

Seperti diketahui, keduanya sama-sama tersangkut kasus pelanggaran regulasi finansial. Bedanya, Juventus sudah divonis sanksi pengurangan poin (yang membuat mereka turun ke papan tengah Liga Italia, dengan potensi sanksi tambahan yang masih akan datang) sementara City terancam potensi sanksi lebih berat, mulai dari pengurangan poin, diskualifikasi, embargo transfer, sampai penghapusan gelar di kompetisi domestik.

Meski jenis kasusnya kurang lebih mirip, posisi Manchester Biru lumayan pelik. Penyebabnya, klub milik Sheikh Mansour diduga melanggar banyak aturan finansial selama periode 2009-2018, dan masih diselidiki juga apakah mereka juga melanggar di tahun-tahun berikutnya atau tidak.

Pelanggaran ini jauh lebih berat dari Juve yang didakwa melanggar regulasi keuangan di masa pandemi.

Tak heran, ada banyak spekulasi muncul soal nasib tim ini. Dari sekian banyak kemungkinan yang ada, hengkangnya pelatih Pep Guardiola dan sejumlah pemain bintang (termasuk Erling Haaland) jadi yang paling banyak dibahas.

Sekalipun hanya kena pengurangan poin sosok-sosok tenar seperti mereka tentu memprioritaskan reputasi yang sudah terbangun. Situasinya kurang lebih mirip dengan para bintang Juventus saat terjadi Calciopoli.

Kemungkinan ini bisa menjadi satu kepastian, jika semua gelar domestik yang sudah diraih dihapus atau dilimpahkan ke tim runner-up. Sebagai contoh, dari enam titel Liga Inggris yang diraih, ada 3 yang akan dilimpahkan ke Manchester United dan 3 yang akan jadi milik Liverpool.

Dua tim raksasa lawas Inggris ini kebetulan menjadi runner-up saat The Eastland juara Liga Inggris. Itu belum termasuk Piala FA, Piala Liga dan Community Shield, yang antara lain menghadirkan juga tim-tim seperti Watford, Liverpool dan Sunderland di final.

Bisa dibayangkan, berapa tim yang akan menerima durian runtuh berupa trofi juara. Seperti dialami Inter Milan saat terjadi Calciopoli dulu.

Andai sanksi berat tak terhindarkan, tentu ini akan jadi pukulan telak buat ambisi besar City, tepat saat mereka sudah menjadi satu tim dengan kekuatan finansial dan teknis terkuat di Inggris.

Di sisi lain, kasus yang dialami tim penghuni Etihad Stadium ini mungkin akan merusak citra positif Liga Inggris, yang selama bertahun-tahun dibangun dengan susah payah.

Tapi, inilah satu momen langka, yang seharusnya bisa dimanfaatkan untuk memangkas kesenjangan finansial belakangan ini, termasuk soal angka wajar besaran gaji pemain. Tujuannya jelas, untuk menjaga kondisi keuangan tim tetap sehat.

Bisa jadi, kelak kita akan sulit menemukan pemain bergaji fantastis, karena akan ada batasan gaji dan penerapan penuh aturan Financial Fair Play atau sejenisnya di Liga Inggris.

Otomatis, bukan kejutan kalau pengelola liga juga akan lebih hati-hati dalam mengizinkan investor asing menjadi pemilik klub, karena berkaitan juga dengan transparansi keuangan klub.

Maklum, karena potensi perputaran uangnya besar, rawan terjadi pelanggaran serius, entah itu pencucian uang, pemalsuan laporan keuangan, atau mengemplang pajak.

Menariknya, kasus ini juga menjadi satu contoh aktual, soal luasnya dimensi sportivitas dalam olahraga, termasuk sepak bola. Dimana, sportif sudah seharusnya jadi sikap dasar di dalam dan luar lapangan.

Inilah kunci kompetisi yang sehat, yang pada akhirnya akan menentukan baik-buruknya kualitas kompetisi itu sendiri. Tanpa sportivitas yang utuh, olahraga hanya akan jadi milik mereka yang berduit.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun