Ini berbeda dengan Argentina, yang corak taktiknya cenderung mengikuti tren dari masa ke masa. Mereka tidak malu bermain pragmatis, tidak ragu untuk menyerang, dan tidak bingung saat harus bermain secara kolektif.
Makanya, setelah sempat dilatih Jose Lago Millan (Spanyol, 1927-1928) dan Felipe Pascucci (Italia, 1934) di periode awal eksistensi mereka, Tim Tango selalu mengandalkan pelatih lokal, termasuk Lionel Scaloni yang meraih gelar Copa America 2021 dan Piala Dunia 2022.
Soal pelatih asing, sebenarnya ini bukan hal asing buat Timnas Brasil, karena pernah ada beberapa nama "orang asing" yang melatih Selecao, meski kebanyakan hanya bertanding di laga persahabatan.
Mereka adalah Ramon Platero (Uruguay, 1925), Joreca (Portugal, 1944) dan Filpo Nunez (Argentina, 1965). Meski beda masa, ketiganya sama-sama dipilih karena cukup berprestasi saat melatih klub-klub Liga Brasil.
Dengan rekam jejak itu, maka normal ketika CBF belakangan mulai mencoba mempekerjakan nama pelatih asing, karena meski unggul secara teknik, aspek taktik mereka sudah mulai usang.
Kalau dirunut lagi, masalah kemandekan di pos pelatih Tim Samba sebenarnya sudah ada setelah mereka berjaya di Piala Dunia 2002 bersama Luiz Felipe Scolari.
Setelah turnamen ini, mereka (kembali) mempekerjakan Carlos Alberto Parreira (2003-2006, pelatih saat juara Piala Dunia 1994) dan sekali lagi dipimpin Scolari (2012-2014) dua sosok pelatih senior.
Meski keduanya secara total memenangkan 1 Copa America dan 2 Piala Konfederasi, kegagalan di Piala Dunia 2006 dan Tragedi Mineirazo di Piala Dunia 2014 membuat periode kedua mereka berakhir muram.
Selain dua pelatih senior ini, ada juga nama Dunga (2006-2010 dan 2014-2016), yang dua kali menjadi pelatih tim nasional. Meski sukses meraih satu trofi Copa America dan Piala Konfederasi, kiprah kapten tim juara Piala Dunia 1994 ini juga berakhir muram, dengan kegagalan di Piala Dunia 2010 dan fase grup Copa America Centenario 2016.
Sebenarnya, tren negatif ini sudah coba ditanggulangi CBF, dengan tetap mempertahankan Tite meski gagal di perempatfinal Piala Dunia 2018.
Progres positif yang ditunjukkan, dan pemahamannya pada tren taktik sepak bola modern (yang sempat dipelajari sebelum mulai melatih Timnas Brasil tahun 2013) jadi pertimbangan tersendiri.