Dengan kecenderungan dan kelihaian dalam memanfaatkan celah aturan, seharusnya ini bisa juga diterapkan di sepak bola Indonesia. Kebetulan, perilaku ini juga membudaya di Indonesia.
Kalau bisa tegas, tentu hasilnya baik. Tidak peduli itu klub kasta bawah atau tertinggi, bahkan milik "orang besar" sekalipun, kalau melakukan pelanggaran serius, sudah seharusnya dihukum.
Bukan untuk pencitraan, tapi untuk menghasilkan efek jera. Kalaupun kelak tidak hilang sama sekali, frekuensinya bisa ditekan serendah mungkin. Seperti yang terjadi di Italia.
Di sisi lain, adanya ketegasan seperti ini juga bisa meredam potensi masalah lanjutan akibat adanya konflik kepentingan. Adanya kerjasama baik dengan pihak berwenang juga mencegah federasi untuk berbuat semaunya.
Menariknya, ketegasan yang hadir di negara tempat awal munculnya mafia ini juga menunjukkan, pentingnya peran ahli, termasuk dalam hal ini ahli hukum, dan sinergi antarpihak yang baik, supaya potensi pelanggaran hukum lewat olahraga sepak bola bisa diredam.
Memang, dibalik potensi dan gemerlapnya, sepak bola juga punya potensi untuk jadi ladang tindak pelanggaran hukum. Maka, selain perlu membudayakan transparansi keuangan klub dan federasi, pelaku sepak bola nasional (dalam hal ini PSSI) juga perlu bersinergi dengan pihak berwenang, supaya upaya positif yang sedang dibangun bisa berkelanjutan.
Kalau hanya menjadi "event musiman", masalah yang ada bisa semakin parah dan merusak.
Bisa?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H