Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Bursa Ketum PSSI, antara "Orang Baru" dan "Orang Lama"

17 Januari 2023   05:53 Diperbarui: 17 Januari 2023   10:37 1255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jelang KLB PSSI 16 Februari 2023 mendatang, perhatian publik sepak bola nasional terpusat pada sosok Erick Thohir dan La Nyalla Mattalitti, yang sama-sama maju sebagai calon Ketua Umum PSSI.

Memang, keduanya dinilai punya kelebihan masing-masing. La Nyalla adalah "pemain lama" di sepak bola nasional dan menjabat sebagai ketua DPD.

Di sisi lain, Erick Thohir (pebisnis yang saat ini menjabat sebagai Menteri BUMN) pernah menjadi pemilik saham Inter Milan (Italia) dan DC United (MLS), plus masih menjadi pemilik saham Oxford United (klub kasta bawah Liga Inggris) dan Persis Solo.

Sebenarnya, ada nama lain yang juga masuk bursa Ketum PSSI, yakni Doni Setiabudi, CEO Bandung Premier League, kompetisi amatir yang sempat viral karena menggunakan teknologi VAR.

Ada juga Fary Djemy Francis (Eks anggota DPR RI Fraksi Partai Gerindra tahun 2009-2019) dan Arif Putra Wicaksono (CEO Nine Sport Inc, promotor olahraga yang antara lain menghadirkan Timnas Belanda bermain di Indonesia tahun 2013).

Tapi, jika melihat latar belakang para calon, tentu saja nama Erick Thohir dan La Nyalla Mattalitti menjadi kandidat terdepan. Disusul Arif Putra Wicaksono dan Doni Setiabudi sebagai kuda hitam.

Dengan melihat latar belakangnya, ini jelas bukan hanya soal pertarungan antara "orang baru vs orang lama". Kontes ini juga menjadi pertarungan antara "profesional vs politisi", yang sebenarnya sudah sering terjadi di PSSI, termasuk dalam kontes pemilihan ketua umum.

Jadi, normal kalau di balik harapan yang muncul, ada juga kekhawatiran dan keraguan yang sama kuat. Apalagi, PSSI punya rekam jejak keberadaan "orang lama" selama puluhan tahun, lengkap dengan regenerasi para kroninya.

Sebagai contoh, setelah era Nugraha Besoes (Sekjen PSSI 1983-2011), ada sosok Joko Driyono (Sekjen PSSI 2013-2015 dan 2017) yang tongkat estafetnya antara lain diteruskan oleh Ahmad Riyadh, Haruna Soemitro, dan Iwan Budianto (saat ini menjabat sebagai Exco PSSI) serta La Nyalla Mattalitti yang pernah menjadi Ketum PSSI tahun 2015-2016, yang kemudian dibekukan pemerintah.

Ditambah lagi, karena rekam jejak panjang "orang lama" inilah, PSSI menjadi salah satu organisasi yang agak "kolot" dalam hal menerima pembaruan atau masukan. Diintervensi pemerintah saja masih tak bergeming, apalagi dalam keadaan normal.

Kalau tidak kolot, sepak bola nasional tidak akan dihiasi beragam kebijakan ajaib, masalah, dan fenomena "4L" alias "Lu Lagi Lu Lagi" di kepengurusan PSSI.

Dengan demikian, meski ada harapan dari sosok-sosok profesional di bidangnya, keberadaan kandidat "orang lama" dan politisi juga patut dikhawatirkan. Karena selain "orang lama", PSSI juga cukup lekat dengan keberadaan politisi, yang kadang menjadikannya batu loncatan.

Hal tersebut terekam pada beberapa ketum yang menjabat, semisal Nurdin Halid, selama menjadi Ketum PSSI pada periode 2003-2011, ia sempat merangkap jabatan sebagai anggota DPR RI Fraksi Partai Golkar periode 1999-2004, dan sempat memimpin PSSI di balik jeruji, karena terjerat kasus korupsi.

Contoh lain yang masih cukup segar ada pada sosok Edy Rahmayadi (Ketum PSSI periode 2016-2019) yang sempat merangkap jabatan sebagai Pangkostrad (2015-2018) dan Gubernur Sumatera Utara (periode 2018-2023).

Jadi, di balik harapan yang ada, masih terselip keraguan karena rekam jejak panjang yang sudah ada sejak puluhan tahun terakhir. Makanya, sepak bola nasional cenderung stagnan, karena hal-hal mendasar seperti kualitas kompetisi dan pembinaan pemain muda tak pernah benar-benar digarap dengan baik.

Kalau mau ada perbaikan, mereka yang ingin menghadirkan pembaruan harus kompak. Butuh lebih dari satu periode untuk menghapus eksistensi "orang-orang lama" yang selama ini jadi akar masalah.

Selama "orang-orang lama" ini masih berwenang, siapapun Ketum PSSI-nya dan sehebat apapun idenya, masalahnya masih akan sama saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun