Dari urusan pernikahan sampai anak, terutama di satu generasi yang sama, suasana lomba sering terlihat.
Yang belum menikah akan dikejar target untuk segera menikah. Setelah menikah, targetnya naik level jadi punya anak dan menambah anak. Kalau perlu, sekalian membuat tim kesebelasan sendiri.
Kalau siap secara ekonomi, mungkin tidak masalah. Kalau tidak, ini hanya ladang panen masalah demi masalah.
Apakah yang "melombakan" itu akan ikut membantu atau membiayai? Kebanyakan, mereka hanya menghindar, pura-pura bodoh atau semacamnya.
Entah kenapa, hal-hal ini seperti jadi piala buat sebagian orang. Ada semacam konstruksi sosial yang menganggapnya satu kebanggaan tersendiri.
Ironisnya, jika itu terjadi terlalu cepat, apa yang biasanya bisa dibanggakan, bakal disembunyikan serapat mungkin. Begitu juga kalau harus berakhir kurang mengenakkan atau penuh masalah.
Andai "lomba" ini dilihat lagi, sebenarnya ini sama sekali bukan lomba. Meski berada di generasi yang sama, garis start nya tidak sama persis.
Mulai dari waktu lahir, kondisi, sampai garis nasib, tidak ada yang sama persis di semua sisi. Ada yang punya previlese, ada yang serba kekurangan.
Andai benar dilombakan, ini bukan lomba yang adil. Garis start dan medannya beda, begitu juga dengan garis finisnya.
Tidak ada lomba seperti itu. Kalau ada, itu tidak layak diikuti, karena penuh kecurangan. Kemenangan yang ada pun semu.
Ini adalah satu perjalanan, dengan garis awal dan akhir masing-masing. Tidak perlu berlari, hanya perlu berjalan sesuai jalur.