Pada periode ini, Si Mutiara Hitam menerbitkan "Pele Law" yang menjadi acuan hukum Brasil terkait aspek profesional dalam klub olahraga. Mulai dari kontrak atlet, aspek bisnis, kepemilikan, perpajakan, infrastruktur, disipliner sampai ketentuan judi, semuanya diatur secara komprehensif.
Meski pada prosesnya banyak mengalami modifikasi, aturan ini boleh dibilang menjadi satu warisan besar Pele untuk sistem keolahragaan nasional Brasil secara umum.
Meski hanya tiga tahun menjadi Menpora-nya Brasil, dirinya membuktikan, seorang mantan atlet besar bisa ikut berkontribusi dengan baik, saat ambil bagian di pemerintahan. Karena, ia paham apa masalah di bidang itu, dan bisa merumuskan solusinya.
Di luar prestasi dan kontribusinya, kiprah Pele sebagai seorang pemain juga menghadirkan satu sisi unik. Dimana, ia tidak pernah bermain di klub Eropa, meski ditaksir klub sekelas Real Madrid, Inter Milan dan Juventus.
Penyebabnya, nama Pele sudah ditetapkan sebagai "harta karun nasional Brasil" pada 1961 berdasarkan dekrit Janio Quadros, presiden Brasil saat itu. Berdasarkan ketentuan itu, sang bintang dilarang pindah ke klub luar negeri.
Alhasil, nyaris sepanjang karirnya (1956-1974) dihabiskan bersama Santos, klub yang juga mengorbitkan Robinho dan Neymar. Satu-satunya kiprah "abroad" Sang Raja dijalani bersama New York Cosmos di Amerika Serikat antara tahun 1975-1977, yang lebih tepat disebut sebagai masa "semi-pensiun", karena pada tahun 1974, ia sudah lebih dulu memutuskan pensiun sebagai pemain Santos.
Selain penetapan statusnya sebagai "harta karun nasional", warna politis lain dalam kiprahnya juga hadir, saat dirinya kembali ke Timnas Brasil jelang Piala Dunia 1970.
Atas bujukan Jenderal Emilio Garrastazu Medici (Presiden Brasil saat itu) sang megabintang akhirnya kembali membela Selecao, setelah sempat pensiun usai gagal total di Piala Dunia 1966. Hasilnya, Piala Jules Rimet jadi milik Brasil untuk selamanya.
Kesuksesan tim asuhan Vava Zagallo ini lalu jadi satu propaganda terkenal, di masa pemerintahan militer Brasil era 1970-1980an. Di era modern, Pele juga masih berinteraksi dengan pemimpin dunia seperti Vladimir Putin (Rusia) dan Barack Obama (AS). Ini membuktikan seberapa hebat dimensi pengaruh Pele, yang akan sulit dicari bandingannya.
Sang legenda memang telah tiada, dan kepergiannya diiringi dengan ungkapan duka berbagai pihak dan pengumuman masa 3 hari berkabung nasional oleh pemerintah Brasil.
Tapi, prestasi dan kontribusinya telah menjadi sebuah warisan berharga yang tak akan lekang oleh waktu, karena menjangkau beragam aspek. Bukan hanya sepak bola atau olahraga, tapi juga mencakup aspek "berat" seperti politik.