Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Timnas Maroko, dari Sepak Bola ke Mana-mana

13 Desember 2022   13:19 Diperbarui: 13 Desember 2022   16:12 387
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Timnas Maroko, kejutan terbesar di Qatar (Dailymail.co.uk)

Setelah sebelumnya sempat diragukan akibat digelar di akhir tahun, Piala Dunia 2022 ternyata mampu menghadirkan kejutan. Salah satu yang terbesar adalah lolosnya Maroko ke babak semifinal.

Dengan materi pemain seperti Yassine Bounou (Sevilla), Hakim Ziyech (Chelsea) dan Achraf Hakimi (PSG), dipadu dengan efektivitas dan disiplin tinggi, tim asuhan Walid Regragui mampu melewati lawan-lawan kuat seperti Belgia, Spanyol, dan Portugal.

Mereka juga unggul jumlah poin atas Kroasia di fase grup, dan hanya kebobolan satu gol dari lima pertandingan, itupun dari gol bunuh diri. Catatan lini bertahan yang istimewa, bahkan "lebih Italia dari Italia itu sendiri".

Dari kacamata sepak bola, prestasi Tim Singa Atlas ini sudah pasti akan terukir abadi di sejarah Piala Dunia, karena menjadi tim semifinalis pertama dari Afrika.

Uniknya, ini seperti jadi sebuah repetisi (dengan peningkatan drastis) dari apa yang pernah mereka capai, saat lolos ke perdelapan final Piala Dunia 1986. Kala itu, mereka jadi tim Afrika pertama di fase gugur Piala Dunia.

Prestasi ini menjadi katalis, karena setelahnya giliran negara Afrika lain, seperti Kamerun, Nigeria, Senegal, Ghana dan Aljazair yang melakukan. Tapi, dengan prestasi uniknya, Maroko seperti menjadi "pembuka gerbang" buat tim-tim Afrika di Piala Dunia.

Mungkin, sekali lagi mungkin, mereka jugalah yang akan jadi tim Afrika pertama di final Piala Dunia.

Terlepas dari kritik atas gaya main defensif mereka, capaian bersejarah Hakim Ziyech dkk sangat layak diapresiasi, karena relatif bersih dari keputusan kontroversial wasit.

Lagipula, tim ini juga bermain cukup lugas: disiplin saat harus bertahan, dan bisa efektif saat menyerang. Simpel.

Tapi, masifnya pemberitaan soal prestasi Maroko di Qatar lama kelamaan justru jadi sesuatu yang tidak biasa. Dari sepak bola, malah jadi melebar kemana-mana. 

Mulai dari yang masih berkaitan sampai tidak sama sekali, ada saja yang jadi berita, termasuk hal-hal yang jadi topik sensitif seperti politik dan agama.

Soal ini, sebagian pihak boleh saja menyebut, kesuksesan Maroko adalah sesuatu yang bersifat holistik. Dalam artian, ini bukan hanya soal sepak bola, tapi sudah mencakup ranah budaya bahkan politik dan agama.

Masalahnya, karena pembahasan soal kiprah Maroko cenderung mengerucut ke agama atau budaya tertentu, apa yang diklaim "holistik" ini malah menjadi rancu, karena kurang sesuai dengan sisi universal sepak bola yang lintas batas.

Apalagi, situasi jadi semakin tidak biasa, setelah glorifikasi mulai muncul. Oke, The Atlas Lion memang sudah mencapai babak semifinal, tapi mereka masih punya potensi melangkah ke final, bahkan juara, sepanjang dibiarkan fokus.

Seharusnya pihak-pihak yang menyoroti kiprah tim juara Piala Afrika 1976 ini bisa belajar dari pengalaman Arab Saudi di fase grup Piala Dunia 2022 belum lama ini.

Seperti diketahui, wakil Asia itu sempat membuat kejutan besar, saat mengalahkan Argentina 2-1 di pertandingan pembuka fase grup. Kemenangan ini pun disorot luar biasa, sampai diganjar apresiasi pemerintah Arab Saudi.

Tapi, alih-alih menjadi penambah semangat, momen itu justru berbalik jadi bumerang. Entah karena sudah puas atau apa, The Green Falcons justru tumbang dari Polandia dan Meksiko di partai berikutnya, sehingga harus tersingkir di fase grup, sebagai tim juru kunci.

Padahal, kalau tim asuhan Herve Renard itu dibiarkan fokus, mereka bisa saja membuat kejutan besar seperti Maroko.

Berangkat dari situ, sudah seharusnya sorotan berlebihan pada Timnas Maroko (dengan dalih apapun) segera dihentikan. Biarkan dulu Achraf Hakimi dkk fokus dan berjuang semaksimal mungkin, dan mengeluarkan kemampuan terbaik di lapangan, karena itulah yang mereka butuhkan.

Soal apresiasi dan lain-lain, biarlah itu diterima setelah turnamen selesai, karena memang disitulah waktu yang ideal, khususnya kalau tim bisa berjuang habis-habisan, bahkan kembali membuat sejarah.

Jika itu datang terlalu awal, dampaknya justru bisa merugikan. Cukuplah Arab Saudi saja yang jadi contoh di Qatar.

Jangan sampai Maroko kehabisan bensin di semifinal, karena silau akibat mendapat terlalu banyak sorotan sebelum waktunya.

Apapun hasilnya nanti, jagoan Afrika Utara ini pasti akan sangat diapresiasi, karena sudah berusaha semaksimal mungkin. Selebihnya, tergantung pada bagaimana performa tim setelah menapak babak semifinal, dengan begitu banyak sorotan yang datang.

Akankah gebrakan Maroko di Qatar kembali berlanjut?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun