Judul di atas adalah satu pendapat saya, soal performa wakil Asia di babak perdelapan final Piala Dunia 2022. Dalam edisi ini, ada tiga tim dari Asia yang ikut ambil bagian, yakni Australia, Korea Selatan, dan Jepang. Tiga tim lainnya, yakni Iran, Arab Saudi dan tuan rumah Qatar sudah tersingkir di fase grup.
Secara kuantitas, ini memang jadi rekor terbanyak sepanjang sejarah turnamen, tapi hasil akhirnya sama-sama tumbang. Satu-satunya pembeda hanya pada prosesnya.
Australia, yang bertanding melawan Argentina, Minggu (4/12, dinihari WIB) sebenarnya mampu menampilkan perlawanan ketat, lengkap dengan pertahanan berlapis. Tapi, magis Lionel Messi dan kecerdikan Julian Alvarez, yang memanfaatkan blunder fatal Matt Ryan memupus harapan lolos ke babak perempat final untuk pertama kalinya sepanjang sejarah.
Situasi memang lebih intens di menit-menit akhir, setelah Enzo Fernandez mencetak gol bunuh diri, tapi semua sudah terlambat buat The Socceroos.
Skor 2-1 sudah cukup untuk membawa Tim Tango berjumpa Belanda di perempat final. Albiceleste bahkan bisa saja mengunci pertandingan lebih cepat, andai penyelesaian akhir mereka lebih klinis.
Di hari berikutnya, Senin (5/12) giliran Jepang yang meladeni Kroasia. Secara permainan, partai ini sebenarnya berjalan seimbang. Kedua tim saling jual beli serangan.
Jepang dengan determinasinya sempat membuka asa saat unggul di babak pertama lewat gol Daizen Maeda. Tapi, Kroasia mampu membalas lewat gol Ivan Perisic di babak kedua. Skor imbang 1-1 bertahan hingga wasit meniup peluit panjang, dan masih tak berubah di babak perpanjangan waktu.
Apa boleh buat, pertandingan harus berlanjut ke babak adu penalti. Di sini, Kroasia, dengan pengalaman mereka sebagai finalis Piala Dunia 2018 akhirnya muncul sebagai pemenang, setelah unggul dengan skor 3-1.
Pada momen ini, Vatreni menemukan sosok penerus ideal Danijel Subasic di bawah mistar, dalam diri Dominik Livakovic (27). Tak tanggung-tanggung, kiper Dinamo Zagreb itu sukses menggagalkan tiga tendangan penalti Tim Samurai Biru, dan hanya kebobolan satu dari eksekusi Takuma Asano.