Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Qatar dan Kisah Sebuah Tragedi

28 November 2022   11:45 Diperbarui: 28 November 2022   11:47 280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kekalahan 1-3 Qatar dari Senegal, ditambah hasil imbang 1-1 antara Belanda vs Ekuador, Jumat (25/11) lalu memastikan Qatar menjadi tim pertama yang angkat koper di Piala Dunia 2022. Dengan demikian, partai melawan Belanda pada Selasa (29/11) hanya laga formalitas, karena tidak lagi menentukan buat mereka.

Tapi, apapun hasilnya nanti, Si Merah Marun sudah dipastikan mencatat rekor sebagai tuan rumah Piala Dunia pertama yang kalah di pertandingan pembuka. Catatan suram lainnya, mereka sudah dipastikan menjadi tuan rumah Piala Dunia dengan torehan poin terendah.

Catatan suram ini masih bisa bertambah, jika Belanda menang di laga penutup grup A. Kebetulan, Tim Oranye masih mengejar kemenangan demi lolos sebagai juara grup.

Andai tim juara Piala Asia 2019 ini kembali tumbang, mereka akan mencetak rekor terburuk dalam hal performa tim tuan rumah Piala Dunia, karena gagal meraih satupun poin.

Dengan kiprah yang secara total hanya berumur 9 hari di Piala Dunia, dan tersingkir dalam waktu kurang dari seminggu sejak pembukaan turnamen, kiprah negara Timur Tengah ini bisa dibilang jauh panggang dari api, kalau tidak boleh dibilang tragis.

Maklum, sejak terpilih sebagai tuan rumah Piala Dunia pada tahun 2010, dan mulai merintis sistem pembinaan pemain muda sejak pertengahan tahun 2000-an, negara petro dolar ini punya waktu belasan tahun untuk persiapan.

Dalam beberapa kesempatan, Qatar juga sempat menjadi arena Piala Dunia Antarklub sebagai langkah ujicoba. Biaya yang dikeluarkan pemerintah setempat pun mencapai lebih dari 200 miliar dolar Amerika.

Untuk Timnas Qatar sendiri, persiapan mereka juga cukup lengkap. Mulai dari mengikuti Copa America 2019 dan Piala Emas CONCACAF sampai ikut kualifikasi Piala Asia 2023, meski berstatus juara bertahan. Piala Asia sendiri belakangan diputuskan AFC akan dihelat di Qatar.

Dengan persiapan sepanjang dan selengkap itu, jelas ada harapan besar untuk Almoez Ali dkk. Apalagi, Piala Dunia 2022 digelar di rumah sendiri.

Tapi, saat turnamen akhirnya dimulai, situasinya justru terlihat kacau. Di laga melawan Ekuador, anak asuh Felix Sanchez ini terlihat kacau di setengah jam pertama. Momen ini jadi kunci kemenangan 2-0 Tricolor, lewat sepasang gol Enner Valencia.

Memang, situasi bisa diperbaiki di satu jam terakhir pertandingan, tapi turnamen sekelas Piala Dunia jelas menuntut lebih dari sebatas "bisa mengimbangi lawan selama satu jam".

Di pertandingan berikutnya melawan Senegal, Qatar memang bisa mengimbangi sang juara Piala Afrika itu hampir sepanjang babak pertama. Tapi, gol Boulaye Dia di menit-menit akhir babak pertama, dan gol Dedhiou di awal babak kedua langsung membuat rencana taktik mereka berantakan.

Memang, gol Mohammed Muntari di seperempat jam terakhir pertandingan sempat menghadirkan asa buat Qatar. Tapi, gol Bamba Dieng di menit-menit akhir waktu normal memupus harapan itu, dan memastikan Senegal menang 3-1.

Secara permainan, Qatar banyak disebut mengalami peningkatan, karena mampu mencetak gol dan memberi perlawanan. Mereka juga mampu menghindari bencana di menit-menit awal babak pertama.

Masalahnya, kelemahan itu justru datang, ketika menapak menit kritis di akhir kedua babak dan awal babak kedua. Terlepas dari sedikit kemajuan yang dicapai, masih ada banyak kekurangan yang (ternyata) bisa diekspos lawan. 

Dua kekalahan dengan margin dua gol sudah cukup untuk menjelaskan semuanya. Jangankan menang, mencetak gol atau meraih poin saja masih kesulitan.

Dengan situasi seperti ini, praktis misi tersisa Qatar hanya tinggal berusaha meraih poin melawan Belanda, demi menghindari catatan "tuan rumah nol poin" pertama dalam sejarah Piala Dunia. Sebuah rekor buruk yang (jika terwujud) akan sangat sulit dipecahkan.

Tragedi Qatar di rumah sendiri jelas jadi catatan suram, khususnya bagi sepak bola Asia. Tapi, seharusnya ini bisa jadi pelajaran mahal (mengingat biaya ratusan miliar dolar yang digelontorkan Qatar) bagi siapapun yang ingin jadi tuan rumah turnamen sekelas Piala Dunia.

Sebagus dan semewah apapun infrastrukturnya, percuma jika tidak diimbangi dengan sistem pembinaan pemain muda yang juga berkualitas. Lolos sebagai tuan rumah Piala Dunia memang keren, tapi jika ikut Piala Dunia hanya untuk menanggung malu di lapangan, itu sangat memalukan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun