Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Qatar dan Kisah Sebuah Tragedi

28 November 2022   11:45 Diperbarui: 28 November 2022   11:47 280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Qatar, menanggung malu di rumah sendiri (Skysports.com)

Memang, situasi bisa diperbaiki di satu jam terakhir pertandingan, tapi turnamen sekelas Piala Dunia jelas menuntut lebih dari sebatas "bisa mengimbangi lawan selama satu jam".

Di pertandingan berikutnya melawan Senegal, Qatar memang bisa mengimbangi sang juara Piala Afrika itu hampir sepanjang babak pertama. Tapi, gol Boulaye Dia di menit-menit akhir babak pertama, dan gol Dedhiou di awal babak kedua langsung membuat rencana taktik mereka berantakan.

Memang, gol Mohammed Muntari di seperempat jam terakhir pertandingan sempat menghadirkan asa buat Qatar. Tapi, gol Bamba Dieng di menit-menit akhir waktu normal memupus harapan itu, dan memastikan Senegal menang 3-1.

Secara permainan, Qatar banyak disebut mengalami peningkatan, karena mampu mencetak gol dan memberi perlawanan. Mereka juga mampu menghindari bencana di menit-menit awal babak pertama.

Masalahnya, kelemahan itu justru datang, ketika menapak menit kritis di akhir kedua babak dan awal babak kedua. Terlepas dari sedikit kemajuan yang dicapai, masih ada banyak kekurangan yang (ternyata) bisa diekspos lawan. 

Dua kekalahan dengan margin dua gol sudah cukup untuk menjelaskan semuanya. Jangankan menang, mencetak gol atau meraih poin saja masih kesulitan.

Dengan situasi seperti ini, praktis misi tersisa Qatar hanya tinggal berusaha meraih poin melawan Belanda, demi menghindari catatan "tuan rumah nol poin" pertama dalam sejarah Piala Dunia. Sebuah rekor buruk yang (jika terwujud) akan sangat sulit dipecahkan.

Tragedi Qatar di rumah sendiri jelas jadi catatan suram, khususnya bagi sepak bola Asia. Tapi, seharusnya ini bisa jadi pelajaran mahal (mengingat biaya ratusan miliar dolar yang digelontorkan Qatar) bagi siapapun yang ingin jadi tuan rumah turnamen sekelas Piala Dunia.

Sebagus dan semewah apapun infrastrukturnya, percuma jika tidak diimbangi dengan sistem pembinaan pemain muda yang juga berkualitas. Lolos sebagai tuan rumah Piala Dunia memang keren, tapi jika ikut Piala Dunia hanya untuk menanggung malu di lapangan, itu sangat memalukan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun