Memang, situasi bisa diperbaiki di satu jam terakhir pertandingan, tapi turnamen sekelas Piala Dunia jelas menuntut lebih dari sebatas "bisa mengimbangi lawan selama satu jam".
Di pertandingan berikutnya melawan Senegal, Qatar memang bisa mengimbangi sang juara Piala Afrika itu hampir sepanjang babak pertama. Tapi, gol Boulaye Dia di menit-menit akhir babak pertama, dan gol Dedhiou di awal babak kedua langsung membuat rencana taktik mereka berantakan.
Memang, gol Mohammed Muntari di seperempat jam terakhir pertandingan sempat menghadirkan asa buat Qatar. Tapi, gol Bamba Dieng di menit-menit akhir waktu normal memupus harapan itu, dan memastikan Senegal menang 3-1.
Secara permainan, Qatar banyak disebut mengalami peningkatan, karena mampu mencetak gol dan memberi perlawanan. Mereka juga mampu menghindari bencana di menit-menit awal babak pertama.
Masalahnya, kelemahan itu justru datang, ketika menapak menit kritis di akhir kedua babak dan awal babak kedua. Terlepas dari sedikit kemajuan yang dicapai, masih ada banyak kekurangan yang (ternyata) bisa diekspos lawan.Â
Dua kekalahan dengan margin dua gol sudah cukup untuk menjelaskan semuanya. Jangankan menang, mencetak gol atau meraih poin saja masih kesulitan.
Dengan situasi seperti ini, praktis misi tersisa Qatar hanya tinggal berusaha meraih poin melawan Belanda, demi menghindari catatan "tuan rumah nol poin" pertama dalam sejarah Piala Dunia. Sebuah rekor buruk yang (jika terwujud) akan sangat sulit dipecahkan.
Tragedi Qatar di rumah sendiri jelas jadi catatan suram, khususnya bagi sepak bola Asia. Tapi, seharusnya ini bisa jadi pelajaran mahal (mengingat biaya ratusan miliar dolar yang digelontorkan Qatar) bagi siapapun yang ingin jadi tuan rumah turnamen sekelas Piala Dunia.
Sebagus dan semewah apapun infrastrukturnya, percuma jika tidak diimbangi dengan sistem pembinaan pemain muda yang juga berkualitas. Lolos sebagai tuan rumah Piala Dunia memang keren, tapi jika ikut Piala Dunia hanya untuk menanggung malu di lapangan, itu sangat memalukan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H