Piala Dunia 2022 telah dibuka, Minggu (20/11) malam WIB, lengkap dengan segala kemeriahan dan kemewahan di dalamnya. Sebagai sajian puncak, hadir juga partai pembuka antara tuan rumah Qatar vs Ekuador.
Dari segi permainan, prediksi di atas kertas kebanyakan media terbukti tepat. Ekuador unggul 2-0 atas Qatar, Sepasang gol Enner Valencia lewat penalti dan sundulan jitu, menjadi penegas keunggulan wakil Amerika Selatan atas tuan rumah.
Pemain Fenerbahce itu sebenarnya bisa mencatat hat-trick, andai golnya di menit-menit awal tidak dianulir karena offside. Hasil ini tentu membuat Ekuador percaya diri menyambut Belanda dan Senegal di laga berikutnya.
Di sisi lain, kekalahan ini membuat Qatar menemui sebuah realita, soal kualitas aktual tim mereka sendiri, khususnya di turnamen sekelas Piala Dunia. Soal infrastruktur dan kemewahan, mereka sudah terbukti hebat, tapi begitu di lapangan, itu urusan lain.
Dari segi persiapan bertanding, Si Merah Marun sebenarnya sudah melakukan persiapan cukup panjang, bahkan sejak belasan tahun terakhir. Mulai dari membangun akademi sepak bola, ikut turnamen Copa America dan Piala Emas CONCACAF, sampai juara Piala Asia 2019.
Kalau dibandingkan tuan rumah Piala Dunia yang lain, persiapan tanding mereka mungkin terbilang paling lengkap. Tapi, begitu masuk ke turnamen sesungguhnya, realita sebuah kualitas memang tak pernah  bohong.
Entah karena grogi atau inferior, penampilan Almoez Ali dkk tampak kacau, terutama di setengah jam pertama pertandingan. Kiper tampil horor, lini belakang tampak ceroboh, lini tengah miskin kreativitas, dan lini depan seperti layang-layang putus.
Kombinasi performa mengerikan ini jelas jadi santapan empuk Ekuador, yang bermain rapi, simpel dan kompak. Ini baru  Ekuador, bukan Belanda, Senegal, atau tim lain yang punya materi pemain lebih mengkilap.
Oke, situasi memang bisa lebih baik di satu jam setelahnya, tapi tetap tak bisa memperbaiki kekacauan di awal pertandingan. Secara umum, Qatar hanya bisa mengimbangi, tanpa mampu membuat satupun tembakan ke gawang La Tri.
Benar-benar beda kelas. Jadi, wajar kalau akhirnya Qatar jadi tuan rumah Piala Dunia pertama yang kalah di pertandingan pembuka. Apa yang dibangun Qatar dalam belasan tahun terakhir ternyata masih belum ada apa-apanya, dengan yang sudah terbangun selama puluhan tahun di Ekuador.
Secara umum, pertandingan ini malah menunjukkan perbedaan antara tim yang lolos lewat "jalur tuan rumah" dengan ongkos ratusan miliar dolar, dan tim yang lolos lewat jalur kualifikasi bersama tim sekelas Brasil, Argentina dan Uruguay.
Jika situasi tak berubah, rasanya bukan kejutan kalau Qatar akan jadi bulan-bulanan Senegal dan Belanda di pertandingan berikutnya. Jangankan lolos, bisa mencetak gol saja sudah bagus.
Sebagai tuan rumah, Qatar memang sudah menghadirkan tempat pesta yang meriah dan mewah, tapi tidak siap untuk ikut berpesta di atas lapangan hijau.
Ini bisa jadi satu pelajaran mahal buat Timnas Indonesia menuju Piala Dunia U-20 2023 mendatang di Indonesia, dan ambisi PSSI untuk lolos ke Piala Dunia lewat "jalur tuan rumah" seperti Qatar.
Untuk jadi tuan rumah, pemerintah bisa saja membuat lobi ke berbagai pihak, membangun infrastruktur, mengadakan program pelatnas dan menggelontorkan dana sebanyak mungkin. Tapi, kalau sudah waktunya tampil di lapangan, kualitas aktual tak pernah bohong.
Sebanyak apapun dananya, sehebat kualitas apapun infrastrukturnya, selama sistemnya tidak dibangun dengan menekuni proses dan progres, hasilnya akan sama saja. Bukannya membanggakan, Â tuan rumah yang jadi bulan-bulanan lawan justru akan sangat memalukan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H