Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Melihat Arah "Plot Twist" Terbaru Pasca Tragedi Kanjuruhan

30 Oktober 2022   14:21 Diperbarui: 30 Oktober 2022   18:28 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Meski sudah beberapa pekan berlalu, Tragedi Kanjuruhan ternyata masih menghadirkan "plot twist" yang cukup mengejutkan. Pada Sabtu (29/10) lalu, muncul dua peristiwa yang menjadi "plot twist" mengejutkan.

Pertama, PSSI melalui Iwan Bule sang Ketum mengumumkan, PSSI akan mengadakan Kongres Luar Biasa alias KLB dalam waktu dekat. Ini menjadi sebuah plot twist, karena sebelumnya jajaran pengurus PSSI kompak menyebut, tidak ada KLB dalam waktu dekat.

Tapi, PSSI mendadak berubah pikiran, setelah dua klub Liga 1 yakni Persis Solo dan Persebaya Surabaya mengirim surat kepada PSSI, untuk segera mengadakan Kongres Luar Biasa. "Plot twist" lalu muncul, karena PSSI langsung mengumumkan rencana KLB.

Tentu saja, ini layak disebut "plot twist", karena PSSI mengambil keputusan dengan "melanggar" statuta mereka sendiri. Tanpa menunggu dua pertiga klub anggota meminta KLB digelar, sesuai statuta PSSI.

Dalam pernyataan resminya, PSSI memang menyebut, KLB diadakan untuk mencegah potensi terjadinya perpecahan anggota. Sebuah keputusan yang normatif.

Tapi, arah "plot twist" ini sebenarnya sudah sedikit terlihat. Petinggi PSSI tampak mulai limbung, karena terus digoyang dari berbagai arah.

Awalnya, mungkin mereka terlihat tenang-tenang saja, tapi situasi berubah, ketika klub yang dipimpin Kaesang Pangarep, yang notabene putra Presiden Jokowi, dan Persebaya Surabaya, tim yang ikut bertanding di hari terjadinya Tragedi Kanjuruhan mulai bergerak. 

Surat dari Persis dan Persebaya ini secara jelas merepresentasikan dua hal: Permainan "politik tingkat tinggi" dan suara saksi yang terlupakan.

Untuk permainan politik tingkat tinggi, tidak perlu jadi orang jenius untuk melihatnya. Pemerintah, dalam hal ini Presiden Jokowi, memanfaatkan posisi putranya di Tim Laskar Sambernyawa, sebagai "kartu" untuk menekan PSSI secara legal.

Manuver ini jelas membuat PSSI ketar-ketir, karena di akhir masa kepemimpinan Nurdin Halid dulu, mereka pernah limbung, akibat "mosi tidak percaya" pemerintah lewat Kemenpora. Bedanya, jurus pemerintah kali ini meski terlihat lebih halus, tapi sangat efektif.

Jika PSSI dihantam lagi dengan cara serupa, bisa repot urusannya. Tanpa perlu repot-repot mengintervensi, pemerintah bisa membuat PSSI mati dengan sendirinya.

Meski mengharamkan intervensi pemerintah, tak bisa dipungkiri kalau PSSI banyak bergantung pada dukungan pemerintah, mulai dari dana, infrastruktur sampai perizinan. Jangan lupa, rata-rata stadion di Indonesia adalah properti milik pemerintah.

Dengan situasi ruwet pasca Tragedi Kanjuruhan, PSSI mau tak mau harus berkompromi. Tapi, kita semua masih harus waspada, karena pengurus PSSI terkenal licin dan penuh kejutan.

Soal suara saksi yang direpresentasikan Persebaya Surabaya, selain dari aksi mereka bersama Persis Solo, kita juga melihat, bagaimana tim kesayangan Bonek  belakangan mulai berani bersuara, sebagai tim yang juga bertanding di Stadion Kanjuruhan pada hari itu.

Keberanian mereka untuk "speak up" antara lain terlihat, dari unggahan video dokumentasi berikut:


Video berdurasi lebih dari dua jam tersebut, mendokumentasikan secara runtut, bagaimana persiapan tim jelang pertandingan, suasana di stadion selama pertandingan, sampai momen mencekam saat para pemain dan tim pelatih dievakuasi dengan rantis, segera setelah pertandingan selesai, lengkap dengan kesaksian orang-orang yang terlibat di sana.

Pengalaman yang mereka ceritakan selama situasi genting itu terlalu mengerikan, untuk ukuran sebuah pertandingan sepak bola. Pulang pergi dengan rantis dan pengawalan khusus saja masih diserang dengan sebrutal itu, apa kabar kalau hanya naik bus biasa?

Meski ada ofisial, yang terpaksa harus berjibaku menyelamatkan diri, karena kendaraan patwal yang ditumpangi dirusak dan dibakar oknum suporter anarkis di luar stadion, mereka sangat beruntung bisa pulang dengan selamat.

Andai rombongan Tim Bajul Ijo terlambat dievakuasi sedikit saja, akibatnya pasti akan sangat mengerikan.

Mereka luput dari pengamatan, walau terjebak dalam situasi mengerikan. Mungkin, karena tidak jatuh korban jiwa dari rombongan tim tamu inilah, kubu suporter fanatik Arema FC seperti enggan untuk ikut diusut.

Padahal, kalau memang ingin diusut tuntas, semua pihak yang terlibat di sana harus kooperatif, termasuk jika ada oknum suporter anarkis yang memang terlibat. Meski ada jejak rivalitas panjang, terlalu mengerikan kalau kemenangan tandang harus dibayar dengan situasi antara hidup dan mati.

Ini main bola atau perang?

Di hari yang sama dengan pengumuman rencana KLB PSSI, situasi "plot twist" juga hadir di Arema FC, dengan Juragan 99 memutuskan mundur dari posisi Presiden klub, karena pertimbangan moral dan trauma mendalam.

Juragan 99 memutuskan mundur sebagai Presiden Arema FC (Kompas.com)
Juragan 99 memutuskan mundur sebagai Presiden Arema FC (Kompas.com)
Keputusan ini tentu bisa dimengerti, mengingat dampaknya yang sangat mengerikan. Dari segi bisnis, meskipun sang juragan menyuntikkan dana cukup besar, posisinya di tim Singo Edan hanyalah pemegang saham minoritas.

Dengan posisi begitu, seharusnya Iwan Budianto-lah yang bertanggung jawab dan tampil di publik. Maklum, pria yang jumerangkap jabatan sebagai Waketum  dan Exco PSSI ini memegang 75 persen saham klub.

Meski disayangkan sebagian Aremania, keputusan mundur Juragan 99 ini sukses menghasilkan sebuah "plot twist", karena membuka informasi, soal siapa sosok yang selama ini menyokong tim di balik layar, tapi seperti tidak tersentuh posisinya.

Plot twist lain yang hadir di sini adalah, para petinggi PSSI, termasuk Ketum dan Waketum juga mulai diperiksa kepolisian menyusul Tragedi Kanjuruhan. Jadi, posisi mereka yang selama ini tidak tersentuh kini sudah mulai bisa digoyang.

Melihat situasinya, dua plot twist yang belakangan hadir ini sepertinya baru awal dari pertarungan panjang yang akan muncul. Pemerintah dan pihak-pihak terkait berusaha membenahi kekacauan yang ada, sementara PSSI berusaha menjaga solidiras internalnya di tengah situasi yang ada.

Mungkin, ini akan rumit seperti sinetron, tapi semoga mampu menghadirkan dampak positif untuk semua.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun