Jika menggambarkan kiprah Juventus di Eropa dalam satu rasa, rasa pahit mungkin Jadi gambaran paling pas. Maklum, sejak terakhir kali juara di musim 1995/1996, kegagalan demi kegagalan terus saja muncul.
Terbaru, kiprah mereka di Liga Champions musim 2022-2023 dipastikan tamat, menyusul kekalahan 3-4 dari Benfica. Akibat kekalahan ini, Juve dipastikan tersingkir di fase grup, karena nilai mereka (3) tak mungkin bisa mengejar catatan 11 poin milik PSG dan Benfica.
Apesnya lagi, Si Zebra masih terancam gagal "turun kelas" ke Liga Europa, jika mereka takluk dari PSG di partai terakhir, dan Maccabi Haifa mampu minimal bermain imbang dengan Benfica.
Praktis, hanya kemenangan yang bisa jadi pelipur lara. Tapi, itu bukan perkara mudah, karena PSG dan Benfica sama-sama sedang mencari kemenangan, untuk mengejar juara grup.
Dibanding kegagalan yang sudah-sudah, kegagalan sang wakil Italia kali ini mungkin jadi yang paling mengenaskan. Disebut demikian, karena meski kedatangan pemain gratisan sekelas Paul Pogba dan Angel Di Maria, performa tim di Eropa bak jauh panggang dari api.
Maklum, dua nama besar yang didatangkan ini ternyata bermasalah dengan cedera. Pogba cedera sejak pramusim, sementara Di Maria disebut-sebut sedang diistirahatkan, supaya bisa tampil di Piala Dunia 2022.
Memang, ada Bremer, Leandro Paredes dan Filip Kostic yang cukup sering tampil dan relatif bebas dari cedera. Masalahnya, level kualitas mereka ternyata belum cukup untuk mengangkat performa tim, yang sebenarnya sudah mengalami siklus penurunan sejak dominasi di Liga Italia berakhir dua tahun lalu.
Nama besar lain yang diboyong dengan harga mahal, yakni Dusan Vlahovic ternyata juga tak signifikan di Eropa. Di Italia, penyerang Serbia ini memang masih oke, tapi tidak di Eropa.
Siklus penurunan Bianconeri tampaknya belum benar-benar disadari, sampai akhirnya gagal total di fase grup Liga Champions musim 2022-2023. Terbukti, alih-alih mendatangkan pelatih baru dengan pendekatan taktik lebih segar, klub milik keluarga Agnelli ini malah memilih balikan dengan Massimiliano Allegri.
Dari segi rekam jejak, eks pelatih AC Milan ini memang punya CV mentereng, dengan antara lain membawa tim asal kota Turin lolos ke dua final Liga Champions terakhir mereka di periode pertamanya.
Tapi, kerangka taktik khas Allegri ternyata sudah usang. Jangankan menjadi penantang gelar Liga Champions, bersaing di dalam negeri saja kesulitan.
Terbukti, meski tim kesayangan Juventini masih mampu lolos ke Liga Champions musim ini, level mereka sudah jauh menurun dibanding sebelumnya.
Dari yang tadinya bisa meraih kemenangan menjadi sebatas "bisa mengimbangi meski akhirnya tetap kalah". Bagian paling mengenaskan dari performa Leonardo Bonucci dkk adalah, klub sekelas Maccabi Haifa, yang jadi lumbung poin PSG dan Benfica saja bisa menang 2-0 di Israel.
Sang Allenatore mungkin bisa berkilah seperti biasa. Posisinya pun bisa dibilang masih cukup aman, karena ongkos kompensasi pemecatannya terlalu mahal, setidaknya untuk ukuran klub Italia.
Seperti diketahui, eks pelatih Cagliari ini masih punya kontrak sampai tahun 2025, dengan gaji 13 juta euro per tahun. Jelas, menggantinya bukan perkara mudah.
Soal figur pengganti Allegri, nama-nama seperti Thomas Tuchel, Mauricio Pochettino, Zinedine Zidane sampai Antonio Conte mungkin sudah masuk radar sejak lama, tapi selama manajemen Juve tak berani mereformasi tim, apa yang kita lihat sekarang hanya awal dari satu masa kegelapan klub.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H