Itu masih soal infrastruktur dan wasit. Belum termasuk kualitas koneksi internet dan aliran listrik yang kadang suka putus-sambung.
Apakah PSSI sudah menyiapkan ini?
Belum!
Di luar masalah teknis tersebut, Tragedi Kanjuruhan juga menguak adanya silang sengkarut potensi masalah konflik kepentingan.
Potensi yang muncul dalam temuan TGIPF bentukan Presiden Jokowi ini ada, karena pemegang saham terbesar Arema FC, yakni  Iwan Budianto adalah Wakil Ketua Umum dan anggota Exco PSSI.
Eks CEO Pelita Jaya ini diketahui memegang 75 persen saham PT Arema Aremania Bersatu Berprestasi Indonesia (AABBI) yang merupakan badan hukum Arema FC. Dimana 25 persen sisanya dipegang PT RANS Entertainment dan PT Juragan Sembilan Sembilan Corp.
Selain Arema FC, ada juga anggota Exco PSSI yang merupakan petinggi klub Liga Indonesia. Misalnya, Yoyok Sukawi (CEO PSIS Semarang), Peter Tanuri (komisaris PT Bali Bintang Sejahtera, badan hukum Bali United), dan Hasnuryadi Sulaiman (CEO Barito Putera).
Secara etis dan moral, seharusnya ini tidak tepat, karena rawan merusak aspek "fair play". Kalau aspek ini saja sudah rusak, sulit untuk melihat adanya kompetisi berkualitas yang sehat.
Tapi, berhubung PSSI dan Exco PSSI tampak tak tergoyahkan karena punya tameng statuta, seharusnya insiden peretasan situs PT LIB ini bisa jadi momentum bagus untuk memperbaiki keadaan.
Untuk saat ini, sebagian publik sepak bola nasional sudah bisa berpandangan lebih objektif, dan tidak segan bersuara kritis. Jika ini dipadukan dengan upaya pemerintah lewat penegak hukum, rasanya reformasi sepak bola nasional bisa dijalankan.