Ini jauh lebih baik daripada membanting ponsel atau laptop, yang sebenarnya tidak bersalah. Mereka tidak bisa berbuat banyak saat dayanya rendah.
Tapi, mati listrik, baik bagi mereka yang penakut atau tidak, adalah sebuah momen frustrasi. Tidak banyak yang bisa dilakukan.
Pakai data seluler? Sinyalnya kadang kembang kempis, seperti sedang makan sambal paling pedas.
Komplain? Percuma. Kadsng, bicara dengan tembok rasanya masih lebih baik dari itu
Memang, PLN kadang memberitahukan info pemadaman bergilir di koran atau portal berita, tapi siapa yang sempat membaca itu zaman sekarang?
Ini sudah eranya medsos. Kalau malas mengirim ke aplikasi WhatsApp secara perorangan atau lewat pesan broadcast, bisa memakai platform seperti Facebook, Twitter atau Instagram.
PLN pasti (setidaknya) punya akun media sosial centang biru. Kalau ada info dan rutin disampaikan, pasti masyarakat akan merespon positif.
Masalahnya, ini nyaris tidak pernah dilakukan. Untuk hal-hal seperti ini saja masih tidak dilakukan. Jadi, jangan kaget kalau hal-hal lain masih semrawut.
Satu-satunya peningkatan yang pasti dan tidak pernah terlambat hanya kenaikan harga listrik. Mati listrik saja masih masuk tagihan rekening. Benar-benar ajaib.
Andai ada alternatif lain, mungkin PLN sudah lama ditinggalkan, tapi karena mereka adalah pemain tunggal yang posisinya dijamin konstitusi, benci tapi rindu menjadi satu-satunya jenis hubungan yang bisa dijalani.
Kurang lebih seperti Tom and Jerry di dunia kartun. Mereka mungkin sering berselisih, tapi situasi akan terasa hambar jika tidak bersama.