Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Setelah Arema FC Disanksi PSSI

4 Oktober 2022   23:12 Diperbarui: 6 Oktober 2022   11:09 989
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Belum genap sepekan setelah Tragedi Kanjuruhan, PSSI tampak bergerak cepat. Pada Selasa (4/10) Komdis PSSI akhirnya mengumumkan sanksi untuk Arema FC.

Dalam rilisnya, PSSI menjatuhkan sanksi larangan bermain di kandang, bertanding tanpa penonton hingga akhir musim, dengan radius 250 kilometer dari kota Malang plus denda 250 juta rupiah. Selain itu, ketua panpel dan security officer dikenai larangan seumur hidup.

Berhubung situasinya tidak tepat, dan tragedi itu memakan korban jiwa sampai ratusan orang, kritik atas sanksi ini pun berdatangan, karena dinilai tidak mendatangkan efek jera, bahkan ada yang menganggap sanksi ini terlalu ringan, jika melihat dampaknya.

Jujur saja, saya menganggap sanksi ini jauh dari kata proporsional, karena Tragedi Kanjuruhan adalah salah satu tragedi stadion terburuk di dunia, dan terburuk di Indonesia.

Memang, ini bukan kasus pengaturan skor, yang biasa mendatangkan sanksi degradasi, tapi sedikit rasa heran tetap muncul, karena PSSI tampaknya terkesan terburu-buru dalam memutuskan.

Mereka tampak kurang cermat dalam mempertimbangkan efek samping Tragedi Kanjuruhan, yang sudah disorot seluruh dunia. Induk sepak bola nasional ini juga kurang memperhatikan situasi yang ada.

Soal kecepatan memutus sanksi, PSSI memang jauh lebih cepat dari proses investigasi polisi dan tim pencari fakta, tapi kualitas keputusan akhirnya justru menggambarkan kualitas aktual sepak bola nasional. Belum sebagus seperti yang selama ini digembar-gemborkan.

Di saat kondisi mental para pemain, pecinta sepak bola dan masyarakat sedang terguncang, keputusan PSSI justru terkesan menganggap enteng masalah.

Mereka boleh berdalih, hukuman ini sudah berdasarkan "Law of The Game" FIFA, dan ini bukan kasus pengaturan skor yang layak didegradasi.

Masalahnya, tragedi Kanjuruhan bukan hanya soal aksi anarkis oknum suporter, tapi juga soal pelanggaran aspek keamanan yang terbukti berakibat fatal, termasuk soal kapasitas dan jam kick off, yang seharusnya ada juga dalam aturan FIFA.

PSSI juga boleh berdalih, jumlah denda yang dikenakan sudah maksimal. Sayang, ini justru menunjukkan kegagalan mereka dalam mengedukasi suporter, dan kesan kalau mereka ingin menimpakan kesalahan pada panitia penyelenggara.

Kalau sanksinya seperti ini, jangan kaget kalau di masa depan pelanggaran serupa akan dianggap remeh klub. Khususnya, oleh klub yang punya catatan sejarah biasa mendapat previlese perlakuan khusus PSSI. 

Apalagi, kalau proses bandingnya justru membuat ketegasan sanksinya semakin melempem. Itu belum termasuk kalau nantinya ada keputusan untuk mengakhiri kompetisi karena keadaan darurat, yang akan membuat sanksi larangan bermain di kandang dan tanpa penonton otomatis batal.

Dari sisi empati, saya menyebut sanksi ini terkesan kering empati. Kesan "gerak cepat" dan menganggap enteng PSSI mungkin terlihat keren dari luar, tapi sebenarnya memalukan.

Ada kesan PSSI ingin segera menggulirkan lagi kompetisi dalam waktu dekat, tanpa mempertimbangkan dampak traumatis pada pemain (khususnya pemain Arema FC), suporter, dan masyarakat.

Bagaimana mungkin mereka bisa kembali menikmati pertandingan, seperti tidak terjadi apa-apa?

Sementara itu, ketegasan yang terkesan melempem dari PSSI benar-benar memalukan. Seluruh dunia sudah melihat tragedi di Malang, dan akan memalukan jika seluruh dunia melihat keputusan kurang proporsional PSSI.

Berhubung kompetisi liga masih diliburkan, seharusnya ini bisa menjadi satu kesempatan untuk memikirkan ulang, apakah pembaruan total di sepak bola nasional sudah saatnya dilakukan.

Jika tidak ada perbaikan atau minimal niat serius untuk mulai membangun, sepertinya tidak ada lagi yang bisa terlalu diharapkan dari sepak bola nasional.

Sebab, para pemangku kepentingan sepak bola Indonesia masih belum ingin mengimbangi catatan Tragedi Kanjuruhan yang mendunia, dengan prestasi positif di lapangan hijau.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun