Tapi, jika itu yang jadi tujuan utama, tidak akan ada keberlanjutan. Sekali-dua kali gagal lalu patah hati, selesai sudah.
Jujur saja, andai saya berharap banyak pada lomba menulis, saya pasti sudah lama berhenti menulis. Jangankan enam tahun, satu tahun saja belum tentu.
Makanya, saya lebih suka menganggap lomba sebagai latihan uji nyali. Maklum, menulis sehari satu artikel saja butuh waktu lama untuk terbiasa. Ikut lomba adalah level lain.
Bisa terpublish sesuai aturan saja sudah bagus. Selebihnya, itu bonus, karena bukan saya yang menentukan hasil akhirnya. Tidak ada yang bisa diharapkan terlalu banyak.
Toh, dari ngeblog, saya sudah dapat bonus relasi dan sedikit pemasukan. Dua hal ini hanya perlu dibiarkan berjalan alamiah, supaya tidak merusak di masa depan.
Selain memperluas relasi, hal lain yang membuat saya nyaman ngeblog adalah kebebasan jadi diri sendiri dan bebas juga dari diskriminasi fisik. Makanya, topik tulisan saya kadang suka kemana-mana, tergantung ide yang datang.
Selama itu layak ditulis, hampir pasti akan ditulis. Saya sesekali juga menerima masukan dari lingkungan sekitar. Sepanjang masukan itu masuk akal dan tidak menyetir, itu layak dieksekusi.
Tapi, jika masukan yang ada cenderung menyetir, kecuali itu adalah bagian dari perintah kerja, saya akan membuangnya dengan senang hati. Bukan karena sombong, tapi lebih karena jengkel.
Mereka bisa menyetir sedemikian rupa dan punya banyak ide. Seharusnya, itu bisa  dieksekusi dengan gaya mereka sendiri. Kalau mereka bisa, kenapa harus saya?
Memang, diluar lomba blogcomp, masih banyak hal unik lain yang membuat menulis itu seperti jatuh cinta, berjuta rasanya.
Tapi, ada satu hal yang saya sadari seiring berjalannya waktu. Menulis adalah satu ruang bebas yang mirip dengan kungfu; tidak bisa hanya mengandalkan bakat, tapi selalu memberi ruang untuk jadi lebih baik, jika mau ditekuni. Kalaupun ada persaingan, itu seharusnya adalah satu sarana menambah teman, bukan musuh.