Pendekatan ini mungkin akan diejek habis-habisan oleh orang-orang toksik sebagai satu tindakan "orang lemah". Tapi, ini adalah satu langkah logis. Untuk menghadapi masalah yang membutuhkan saran tenaga ahli, kita memang harus minta bantuan tenaga ahli, bukan yang lain.
Awalnya, proses ini agak menakutkan, tapi ketika sudah terbiasa jadi melegakan. Tidak ada lagi yang harus dipendam di pikiran.
Apa semuanya sudah cukup sampai disitu?
Ternyata belum.
Masih ada proses yang harus dijalani, terutama pada aspek yang berkaitan dengan sisi defensif orang-orang dominan. Di sini, respon kita bisa jadi pukulan kejutan, apalagi jika kita balas dengan meniru gaya mereka.
Sebenarnya, tingkah mereka bisa didiamkan, tapi ada kalanya perlu direspon, supaya tidak keterusan. Kalau keterusan dan terpendam, bisa jadi penyakit. Inilah kenapa orang bilang, "penyakit berasal dari pikiran".
Memang, pada awalnya ini cukup sulit dilakukan, tapi tetap harus dilakukan. Karena, mereka yang mendominasi bahkan coba mengontrol kita tidak akan mau disalahkan jika kondisi kita jadi berantakan.
Kalau sudah berantakan, bukannya menyadari, mereka malah akan dengan enaknya menyalahkan kita. Aneh tapi nyata, seperti dongeng.
Walaupun tidak selalu bisa dihindari, minimal kita bisa mengupayakan, ada ruang untuk kita bisa jadi diri sendiri. Jadi, kewarasan tetap bisa dijaga.
Ada saatnya mendengar, ada saatnya didengar. Selain porsi, posisinya juga harus seimbang, seperti kata pepatah "duduk sama rendah, berdiri sama tinggi". Jika tidak, itu akan jadi racun yang berbahaya.
Pada akhirnya, kita memang tidak bisa mengontrol tindakan atau cara pandang orang lain, tapi kita bisa mengatur atau memilah apa yang masuk ke dalam pikiran kita. Kita berhak berkata "tidak" jika itu tidak benar atau pantas, seperti halnya menyetujui hal-hal positif.