Menyambut musim kompetisi 2022/2023, Manchester United membawa serta sebuah harapan baru, setelah menjalani musim yang lumayan ambyar. Harapan baru itu hadir, seiring penunjukan Erik Ten Hag sebagai pelatih baru klub.
Tentu saja ini bukan tanpa alasan. Pelatih asal Belanda itu datang ke Old Trafford, dengan membawa serta rekam jejak sukses di Ajax Amsterdam. Seperti diketahui, di bawah komandonya, Ajax bukan cuma sukses di Belanda, tapi juga lolos ke semifinal Liga Champions.
Bukan cuma itu, filosofi sepak bola menyerang dan pengalaman pernah menjadi salah satu anggota tim kepelatihan Pep Guardiola di Bayern Munich juga menjadi daya tarik lain. Pelatih berkepala plontos ini bahkan disebut mirip dengan Pep, khususnya dalam hal fokus pada detail dan filosofi sepak bola menyerang.
Makanya, banyak pengamat menyebut pelatih berusia 52 tahun ini akan sukses besar di Manchester United, bahkan ada yang tanpa ragu menyebut, dampak instan akan langsung hadir di tahun pertamanya.
Memang, di bursa transfer musim panas, nama-nama seperti Christian Eriksen, Lisandro Martinez, dan Tyrell Malacia berhasil diboyong. Nama pertama adalah pemain yang sudah kenyang pengalaman di Liga Inggris, sisanya adalah pemain dengan rekam jejak performa bagus di liga Eredivisie Belanda.
Terlepas dari saga transfer Frenkie De Jong dan Cristiano Ronaldo yang berlarut-larut, penegasan soal filosofi sepak bola ala Ten Hag dan prospek yang dihadirkannya memang cukup berhasil menghadirkan "pencerahan" atas masalah klub akhir-akhir ini.
Prospek cerah itu makin terlihat menjanjikan, karena selama fase pramusim, Si Setan Merah tampil impresif. Saking bagusnya, banyak Manchunian yang sampai larut dalam euforia, saat Harry Maguire dkk berhasil menghajar Liverpool dengan skor 4-0 di Stadion Rajamangala, Bangkok.
Tak seperti sebelumnya, tim ini terlihat tampil serius di saat lawan cenderung santai. Media pun banyak menyoroti perhatian sang meneer pada detail kecil, yang cenderung obsesif, seperti halnya Pep Guardiola.
Awal yang terlihat bagus, seperti halnya harapan yang melambung tinggi. Tapi, fase pramusim jelas beda situasi dengan saat kompetisi bergulir. Yang satu sifatnya cenderung santai, satunya lagi bersifat serius. Kurang baik jika dibolak-balik seenaknya.
Inilah yang tampaknya lupa diantisipasi pasukan Erik Ten Hag dan Manchunian (terutama yang kelewat optimis). Alhasil, pukulan keras langsung datang ke Old Trafford, tepat di partai kompetitif pertama sang pelatih di pekan perdana Liga Inggris Minggu (7/8). Secara tidak mengejutkan, Manchester United takluk 1-2 dari Brighton.
Dari segi permainan, sebenarnya United mampu mendominasi penguasaan bola. Mereka hanya memberi porsi 37% penguasaan bola kepada Brighton. Tapi, Danny Welbeck dkk justru mampu bermain agresif, dengan menyerang tiap kali ada celah terbuka.
Tim asuhan Graham Potter ini malah mampu mengekspos buruknya antisipasi di lini belakang MU, khususnya saat melancarkan serangan balik cepat. Di sini, filosofi yang biasa disebut-sebut Erik Ten Hag justru memberitahukan, seberapa parah titik lemah pertahanan mereka.
Terbukti Pascal Gross mampu menjebol gawang David De Gea sampai dua kali dalam posisi cukup bebas di kotak penalti. Dua gol di seperempat jam terakhir babak pertama itu seolah menegaskan, masalah lama tim kesayangan Manchunian ini masih ada.
Harry Maguire dan Fred yang sebenarnya tampil cukup baik di fase pramusim, ternyata sudah kembali ke versi setelan pabrik, tepat saat musim baru dimulai.
Lini tengah memang mampu mendominasi penguasaan bola, tapi lini belakang ternyata masih rawan bocor, sementara lini depan mati kutu. Skor 0-2 menjadi rangkuman sempurna masalah sang empunya Teater Impian, khususnya di babak pertama.
Di babak kedua, sebenarnya ada perbaikan yang coba dilakukan. Tapi, situasinya tetap sama saja, bahkan saat Erik Ten Hag meralat ucapannya sendiri, dengan menurunkan Cristiano Ronaldo (pemain yang sebenarnya tidak ingin ia turunkan) di babak kedua.
Memang, Stadion Old Trafford sempat bersorak di babak kedua, saat Alexis Mac Allister mencetak gol bunuh diri. Tapi, setelah itu situasinya kembali sama: buntu sampai wasit meniup peluit panjang.
Secara skor akhir, kekalahan 1-2 MU dari Si Burung Camar memang lebih baik dibanding pertemuan terakhir kedua tim musim lalu, saat mereka dihajar 0-4.
Tapi, kekalahan ini sebenarnya sangat memalukan. Selain karena kalah di kandang sendiri, semua gol yang tercipta dicetak oleh pemain lawan.
Jadi, alih-alih menganggap Erik Ten Hag sebagai Pep Guardiola versi KW, eks pelatih FC Utrecht ini justru berpotensi menjadi "Louis Van Gaal jilid dua", karena keduanya sama-sama mencatat debut sebagai pelatih Manchester United dengan kekalahan 1-2 di laga perdana, setelah tampil ciamik di masa pramusim.
Dan sisanya adalah sejarah, yang titik awalnya bahkan sudah diulang Ten Hag. Terutama, kalau tidak ada perbaikan setelah ini.
Selain karena keduanya sama-sama orang Belanda, sikap keras dan keteguhan pada sepak bola menyerang, termasuk dalam aspek penguasaan bola, juga jadi kesamaan lain, yang bisa saja membuat sejarah akan terulang. Jangan lupa, Ten Hag juga aktif berbelanja pemain seperti halnya Si Tulip Besi.
Jelas, jika penampilan The Red Devils masih seperti saat melawan Brighton (bahkan lebih buruk lagi) ceritanya akan sama saja seperti yang sudah-sudah. Istilah ngapak-nya gagal maning, gagal maning.
Sebesar apapun penguasaan bola, tanpa diimbangi dengan penyelesaian akhir berkualitas, ini hanya akan jadi sebuah pertunjukan "seni membuang peluang" yang sudah pasti disukai tim lawan.
Maka, kekalahan atas Brighton di laga perdana Liga Inggris seharusnya bisa jadi peringatan bagus. United dan Manchunian perlu bangun dari mimpi indah di fase pramusim, karena kompetisi sudah dimulai.
Jika tidak, musim ini bisa jadi sebuah paket cerita komedi lain, yang akan disajikan dari Teater Impian, dengan memakai wujud sebagai Teater Komedi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI