Situasinya kurang lebih sama dengan gerakan pemanasan sebelum olahraga. Tujuannya jelas bukan untuk meraih kemenangan atau mencetak gol, tapi untuk menyiapkan fisik supaya tidak cedera saat berolahraga.
Maka, ketika sorotan berlebih pada Darwin Nunez muncul di fase persiapan seperti ini, rasanya itu terlalu aneh dan tidak pada tempatnya. Fase pramusim juga hanya memainkan laga non-kompetitif, bukan kompetitif.
Inilah satu alasan, mengapa klub-klub Eropa cenderung santai saat melakoni masa persiapan. Tidak seperti di Indonesia yang turnamen pramusimnya begitu intens, layaknya musim reguler.
Di sisi lain, bagian paling rawan dari fase pramusim justru datang, ketika sebuah klub mampu mencatat rentetan kemenangan dengan menampilkan kekuatan penuh dan skema yang hampir sama persis. Ini akan membuat strategi mereka rawan terbaca, dan kelemahan yang ada rawan diekspos.
Di liga Indonesia, ini baru saja terjadi di pertandingan pekan perdana, antara Persija Jakarta versus tuan rumah Bali United di Gianyar, akhir pekan lalu.
Persija yang di laga ujicoba terakhir melawan RANS Nusantara FC tampil ciamik dan panen pujian dipaksa takluk 0-1, berkat kejelian pelatih Stefano "Teco" Cugurra (Brasil) dalam membaca kelebihan dan kelemahan taktik lawanÂ
Alhasil, meski bermain cukup bagus, Macan Kemayoran dibuat mati kutu saat menghadapi kombinasi pertahanan rapat dan serangan balik cepat Serdadu Tridatu. Apa boleh buat, debut kompetitif Thomas Doll (Jerman) di Liga 1 berakhir dengan kekalahan.
Jadi, tidak ada alasan untuk boleh bergembira terlalu cepat, apalagi sampai euforia di fase pramusim. Akan lebih berbahaya jika sebuah tim tampil sempurna di fase pramusim, tapi kehabisan bensin terlalu cepat di pertandingan sesungguhnya.
Kemenangan memang mencintai persiapan, tapi ia sangat membenci rasa puas diri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H