Dalam periode Presidensi G20 tahun 2022, Indonesia mengusung tema besar "Recover Together, Recover Stronger", yang juga merupakan tema program pemulihan ekonomi nasional.
Salah satu upaya yang dilakukan adalah mendorong investasi hijau. Apa itu investasi hijau?
Secara umum, investasi hijau didefinisikan sebagai konsep investasi dengan fokus utama pada pelaku usaha yang mendukung atau menyediakan produk ramah lingkungan.
Sebenarnya, dalam beberapa tahun terakhir, investasi hijau memang mulai muncul sebagai satu tren. Seiring masifnya kampanye menggunakan produk nonplastik alias ramah lingkungan, perusahaan-perusahaan, termasuk usaha rintisan di bidang ini pun bermunculan.
Meski belakangan lumayan terpuruk akibat imbas pandemi, sektor ini rupanya masih cukup potensial. Makanya, dalam masa Presidensi G20, pemerintah menjadikan investasi hijau sebagai satu isu pokok bahasan.
Secara global, isu ini memang relevan, khususnya di tengah ancaman perubahan iklim global. Tapi, ada juga manfaat lain yang bisa disinkronkan.
Dari segi nilai ekonomi misalnya, ada potensi perputaran uang cukup besar. Bonusnya, sektor ini bisa ikut membantu upaya pelestarian lingkungan. Jadi, ada keberlanjutan yang bisa bermanfaat secara luas.
Tapi, sebagai orang yang pernah bekerja di sektor usaha berbasis investasi hijau, saya mendapati, sebenarnya ada satu hal yang masih jadi titik lemah di Indonesia, khususnya pada produk ramah lingkungan. Titik lemah itu adalah harga yang masih belum sepenuhnya terjangkau.
Dalam beberapa kesempatan, keluhan "mahal" atau sejenisnya sempat saya temui saat ada pameran. Bukan hanya di Jakarta, tapi juga di daerah. Begitu juga saat berinteraksi secara online.
Alhasil, calon konsumen yang pada awalnya cukup tertarik langsung mundur teratur. Meski diklaim punya manfaat positif buat kelestarian Bumi, harga produk-produk ramah lingkungan ternyata masih kurang membumi.