Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Sebuah Hadiah

12 Juli 2022   03:15 Diperbarui: 12 Juli 2022   23:51 448
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi hadiah (Freepik.com)

"Kita tidak harus selalu menahan diri hanya untuk menyenangkan orang lain."

Itulah salah satu nasehat dari teman lamaku, saat aku sedang kebingungan. Aku memberanikan diri untuk bertanya padanya, karena dia memang seorang psikolog sekaligus konselor.

Aku ingat, saat itu sisi "tidak tega" ku berdebat sengit dengan sisi tegasku, gara-gara tingkah seorang teman yang dirasa mulai menjurus toksik.

Entah mendapat sinyal apa, suatu saat dia menjadikanku sasaran empuk, karena aku dianggapnya berbuat tidak baik. Sebelumnya, kemarahan semacam ini sudah pernah mampir, dan aku bisa mengatasinya.

Alasannya masih bisa dimengerti, tapi saat situasi serupa ternyata berulang, alarm peringatan dalam diriku langsung meraung-raung seperti ambulans yang melaju di tengah padatnya lalu lintas kota.

Diriku dengan tegas mengingatkan, "Kali ini kamu harus ambil tindakan. Ini sudah mulai kelewat batas. Jangan sampai nanti jadi kebiasaan."

Dalam situasi ini, aku ingat nasehat dari seorang psikolog klinis saat dulu berkonsultasi dengannya di sudut ibukota:

"Bebaskan dirimu secara sadar. Lepaskan saat harus dilepas."

Keputusannya jelas, ambil tindakan tegas. Masalahnya, aku perlu konfirmasi apakah langkah yang akan kuambil ini sudah tepat, perlu diperhalus, atau diperkeras. Karena, dari pengalaman yang sudah-sudah, melawan sesuatu yang toksik selalu menguras tenaga.

Makanya, aku lalu bertanya kepada teman lamaku, yang kebetulan memang praktisi di bidangnya. Ternyata, sarannya juga sama: lampu hijau.

Saat akhirnya ambil tindakan, langkah yang kuambil sebenarnya cukup keras. Seperti mencongkel langsung jerawat yang hampir pecah sampai berdarah-darah. Perih, tapi terpaksa harus dilakukan.

Tapi, aku bersyukur, karena tindakan ini ternyata mendatangkan satu kesadaran. Dalam nasehatnya, temanku ini juga berkata,

"Kita memang tidak bisa mengontrol tindakan orang lain, tapi kita (seharusnya) bisa mengontrol tindakan kita sendiri. Ada saatnya membaur, ada saatnya jaga jarak. Kita juga berhak menentukan punya circle seperti apa kok."

Benar, di usia ini, hal-hal bersifat toksik memang perlu mulai dijauhi. Dengan tubuh yang memang sudah renta dari sananya, aku memang tidak perlu takut menjadi tua.

Bukan kosmetik atau diet antipenuaan yang kubutuhkan, tapi rasa tenang dan kegembiraan. Bisa menulis apa yang ingin ditulis, santai saat harus santai, serius saat harus serius, dan boleh bersikap "bodo amat" dengan apa yang memang bukan urusanku.

Fokus pada apa yang ada dalam diri, bukan yang tidak ada. Karena itu akan membuat kita menyadari, kita punya banyak hal yang pantas disyukuri.

Persis seperti lirik pembuka lagu "Shiawase No Monosashi"

Count what you have now
Don't count what you don't have
Find that you have so much

Bukannya egois, tapi dalam hidup, tidak direcoki adalah satu hak dasar. Buat apa terlahir sebagai satu individu, kalau tidak punya secuilpun ruang bebas sebagai seorang individu?

Mungkin, ini adalah satu bagian dari siklus. Akhir satu masa yang penuh liku, naik turun, dan pergolakan. Tapi, aku bersyukur, karena kesadaran ini datang sebagai hadiah penutup, sekaligus pengantar menuju masa lain yang sudah menunggu untuk dijalani.

Rumput tetangga memang selalu terlihat lebih hijau, tapi daripada hanya membandingkan dengan milik sendiri, kita bisa mengisinya dengan bunga atau apapun yang kita mau. Karena ini adalah milik kita, bukan milik tetangga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun