Kebetulan, Elkan sendiri baru-baru ini menerima perpanjangan kontrak sampai tahun 2025 di klub kasta ketiga Liga Inggris. Alhasil, palang pintu berpostur tinggi besar itu masih akan lanjut bermain di Eropa.
Sementara itu, dengan usianya yang sudah menginjak 30 tahun, posisi Amat jelas kurang menguntungkan. Di sini, mencari klub dengan penawaran terbaik dan memberi kesempatan bermain reguler adalah prioritas.
Sekalipun itu di luar Eropa, Amat tetap berhak memilih, karena dialah yang bermain, bukan PSSI apalagi warganet yang menghujatnya. Lagipula, Johor Darul Takzim bukan pilihan buruk.
Seperti diketahui, JDT adalah tim dominan di Malaysia yang pernah juara Piala AFC. Mereka bahkan sedang bertarung di fase gugur Liga Champions Asia tahun 2022.
Jangan lupa, klub berjuluk Harimau Selatan itu juga punya stadion sendiri, lengkap dengan fasilitas pendukung standar internasional. Level aktualnya jelas masih lebih tinggi dari kebanyakan klub Liga 1, yang masih belum punya fasilitas milik sendiri dan kerap absen di Liga Champions Asia.
Jadi, agak aneh ketika PSSI dan sebagian warganet Indonesia justru mengkritik dan coba merecoki, karena mereka tidak membantu Amat bertahan di Eropa. Kalau memang mereka ikut membantu, boleh saja dikritisi.
Andai proses naturalisasi eks pemain Swansea City itu batal hanya karena ia bermain di Malaysia, keputusan itu justru akan menguntungkan si pemain, karena ia akan tetap berstatus pemain Uni Eropa. Dengan demikian, setelah tugasnya di Negeri Jiran selesai, ia bisa kembali bermain di Eropa. Tak ada lagi urusan dengan Timnas Indonesia.
Di sisi lain, ini akan jadi bumerang buat PSSI, jika mereka masih berusaha mencari pemain keturunan Indonesia di Eropa. Para pemain yang tadinya berminat membela Tim Garuda bisa jadi enggan.
Jika masih muda, taruhannya terlalu besar. Siap-siap turun kelas dan kehilangan status pemain Uni Eropa adalah risiko sangat mahal untuk karier mereka.
Jika sudah senior dan pensiun, siap-siap terlupakan, bahkan terpaksa hidup prihatin. Untuk yang disebut terakhir, sudah ada sosok Johnny Van Beukering yang belakangan viral, karena selepas pensiun, ia terpaksa harus bekerja sambilan sekembalinya ke Belanda.
Celakanya, drama yang terjadi pada Van Beukering dan Amat ini bisa jadi nilai minus di mata pemain keturunan Indonesia. Dengan tingkah PSSI yang cenderung toksik seperti halnya sebagian warganet Indonesia, jangan kaget kalau mereka di masa depan belum tentu mau dinaturalisasi, khususnya jika masih muda.