Judul di atas mungkin terlihat agak berlebihan. Tapi, keberhasilan wakil Kamboja itu mengalahkan Bali United 5-2 di laga kedua fase grup Piala AFC, Senin (27/6) membuat kejutan itu jadi terlihat normal.
Jika faktor di balik kemenangan ini dikupas sedikit, tak ada yang mengejutkan di sini. Sekalipun Kamboja dikenal sebagai satu negara yang sepak bola nasionalnya tergolong "anak bawang" di Asia Tenggara, apa yang mereka tampilkan di Stadion I Wayan Dipta menunjukkan, ada progres yang mulai terlihat di sana.
Dari segi kondisi, pertarungan ini mempertemukan tim yang agak kewalahan dengan jadwal padat, yakni Bali United dengan Visakha, tim yang sejauh ini hanya fokus bermain di Piala AFC.
Seperti diketahui, sebelum bertanding di tingkat Asia, Serdadu Tridatu sudah bertanding di Bandung, dalam tiga pertandingan fase grup turnamen pra-musim Piala Presiden 2022 yang intens. Otomatis, waktu persiapan Irfan Jaya dkk jadi mepet.
Jika ditambah dengan pertandingan pembuka melawan Kedah FC (24/6) lalu, juara Liga 1 musim lalu ini sudah bermain empat kali dalam waktu 12 hari, plus melakukan perjalanan dari Bandung ke Bali (pulang pergi).
Ini sangat berbeda dengan Visakha. Sebelum bertanding di Bali, klub yang berdiri tahun 2017 ini terakhir kali bertanding melawan Svay Rieng di liga domestik, bulan April lalu.
Jadi, juara Piala Hun Sen (Piala FA nya Kamboja) 2021 ini bisa melakukan persiapan secara lebih fokus. Dengan ikut sertanya Serdadu Tridatu di Piala Presiden, mereka juga bisa langsung mengintip kondisi terkini lawan.
Kebetulan, Piala Presiden disiarkan langsung di stasiun televisi swasta nasional Indonesia. Jadi, mereka bisa mendapatkan cukup banyak informasi taktis yang dibutuhkan.
Makanya, Meas Channa, pelatih mereka, sampai yakin betul bisa meraih poin penuh. Mereka tahu apa yang harus dilakukan dan bagaimana karakter tim lawan, dan itu terbukti di lapangan.
Di sisi lain, kemenangan klub yang bermarkas di kota Phnom Penh ini juga menunjukkan, bagaimana progres sepak bola nasional di Kamboja sejak beberapa tahun terakhir.
Seperti diketahui, dalam beberapa tahun terakhir, FFC (PSSI-nya Kamboja) bekerja sama dengan JFA (PSSI-nya Jepang) dalam hal pengembangan sepak bola. Salah satunya terlihat, dari keberadaan duet Keisuke Honda dan Ryu Hirose di kursi pelatih Timnas Kamboja, yang juga diikuti dengan pengembangan liga domestik.
Untuk pengembangan liga domestik, kerja sama FFC dan JFA juga terlihat, dengan diadopsinya sistem J-League di C-League. Hasilnya, liga yang memulai era profesional sejak 2005 ini mulai berkembang, dan belakangan berganti nama menjadi Liga Primer Kamboja.
Perubahan ini membuat kompetisi di sana mulai menerapkan standar ketat pada aspek mendasar, seperti legal, infrastruktur, dan keuangan. Jika tidak memenuhi syarat, mereka akan dicoret, sekalipun klub itu sukses promosi ke kasta tertinggi.
Bukan hanya itu, sosok Kawabuchi Sairo, yang merupakan salah satu kreator J-League versi modern juga digandeng untuk membantu pengembangan kualitas kompetisi.
Aroma Jepang di sini juga semakin terlihat, dari kehadiran sosok Satoshi Saito sebagai CEO Cambodian Football League Company (CFLC- PT LIB-nya Kamboja) yang dipercaya FFC mengelola liga domestik.
Selain pernah bekerja di bagian pemasaran FC Barcelona, Sato juga pernah bekerja di JFA dan FIFA. Boleh dibilang, tata kelola kompetisi sepak bola di Kamboja kini dipegang profesional di bidangnya, dan sudah mulai menghadirkan perubahan positif.
Hasil perubahan ini antara lain terlihat di Visakha, setidaknya dalam hal fasilitas klub. Prince Stadium, kandang mereka adalah stadion milik klub yang dibangun swasta, bukan berstatus sewa dan milik pemerintah, seperti kebanyakan stadion kandang klub Indonesia.
Meski "hanya" berkapasitas 15 ribu tempat duduk, salah satu venue SEA Games 2023 ini sudah termasuk stadion berstandar FIFA. Ada lampu 1.500 Lux, sauna, ruang ganti, arena pemanasan, dan semua bangkunya single seat.
Di luar stadion milik sendiri, klub yang pendiriannya diinisiasi Sar Sokha (Sekretaris Kementerian Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kamboja) ini juga sudah punya akademi sendiri.
Dengan level profesionalisme seperti ini, maka wajar jika skor 2-5 untuk kekalahan tim asuhan Stefano Cugurra bisa terjadi. Jika melihat catatan sejarah Timnas Indonesia dengan Kamboja, kekalahan telak ini memang terasa memalukan.
Tapi, kekalahan ini seharusnya bisa jadi koreksi bersama buat insan sepak bola nasional, supaya tidak terlena dengan catatan superior Indonesia atas Kamboja.
Jika masih saja serius di "fun game" dan turnamen pra-musim, tapi tampil seadanya di pertandingan kompetitif, kemenangan Visakha atas Bali United baru awal kejutan kurang mengenakkan lainnya dari Negeri Angkor Wat, yang selama ini hanya dianggap anak bawang di Asia Tenggara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H