Bedanya El Nino kerap mencetak gol krusial di saat-saat genting, seperti saat membantu The Blues lolos ke final Liga Champions 2011/2012 yang akhirnya mereka menangkan. Momen serupa kembali hadir, saat golnya di final membantu tim juara Liga Europa 2012/2013.
Dengan catatan performa jeblok, ditambah rasa tak nyaman yang terus mengganggu, kembali ke Inter Milan  jadi opsi logis. Harapannya, performa bisa kembali meningkat. Kebetulan, Piala Dunia 2022 sudah di depan mata.
Pada akhirnya, kesepakatan transfer pinjaman memang bisa dicapai. Pemain berdarah Kongo itu pun bisa kembali ke Giuseppe Meazza, tempat yang pernah membuatnya kembali bersinar.
Masalahnya, kepulangan sang mantan ke Italia tak sepenuhnya disambut positif Interisti. Kelompok suporter Ultras Curva Nord bahkan masih menganggap kakak Jordan Lukaku ini sebagai pengkhianat, karena meninggalkan klub di saat sulit.
Apa boleh buat, posisi Lukaku kini jadi serba salah. Bertahan enggan, pulang tak disambut hangat.
Tapi, ini akan jadi satu kesempatan menarik buat Lukaku, karena bisa kembali berduet dengan Lautaro Martinez di lini depan Nerazzurri. Meski kini dilatih Simone Inzaghi, kemiripan sistem strateginya dengan Antonio Conte akan membantu, karena sistem inilah yang dulu membuatnya bersinar di Serie A.
Kalau dirinya kembali bersinar, rasanya Curva Nord dan Interisti pasti akan memaafkan, bahkan mungkin jadi pihak paling depan yang akan mendesak klub mempermanenkan. Manajemen klub juga pasti akan mengusahakan kepulangan permanen sang mantan.
Selebihnya, tinggal bagaimana kiprah kedua seorang Romelu Lukaku di Inter Milan berjalan. Kalau ternyata jadi melempem, mungkin inilah awal senja kala kiprah pemain yang pada awal kemunculannya sempat disebut sebagai "Didier Drogba Baru".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H