Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Lemparan ke Dalam, dari Masa ke Masa

16 Juni 2022   05:43 Diperbarui: 16 Juni 2022   07:31 1217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya lemparan ke dalam ala Trent Alexander-Arnold (Liverpoolfc.com)

Dalam sepak bola, "throw in" alias lemparan ke dalam jadi satu elemen dasar, yang memberikan warna unik. Maklum, selain menjadi satu titik restart dalam permainan, lemparan ke dalam kadang juga jadi bagian dari strategi bertahan dan menyerang.

Pada awalnya, lemparan ke dalam belum menjadi bagian dari permainan sepak bola modern sampai tahun 1863. Sebelum tahun 1863, sepak bola mengenal "kick in" alias tendangan ke dalam, yang kini menjadi satu elemen dalam permainan futsal.

Dari sisi defensif, lemparan ke dalam biasa menjadi pilihan paling simpel, untuk memutus sejenak alur serangan lawan. Dengan demikian, ada kesempatan untuk mengatur nafas sejenak dan merapikan koordinasi di lini belakang.

Di area sekitar kotak penalti, memaksakan terjadinya lemparan ke dalam lebih disukai, karena situasinya tidak seberbahaya sepak pojok atau tendangan bebas. Tidak ada risiko mendapat kartu kuning apalagi merah, karena itu bukan pelanggaran.

Last but not least, lemparan ke dalam juga bisa jadi strategi untuk mengulur waktu di menit-menit akhir. Biasanya, ini dilakukan oleh tim yang ingin mengamankan keunggulan atau minimal hasil imbang.

Sementara itu, dari sisi ofensif, lemparan ke dalam menjadi satu opsi menarik, bagi tim yang punya pemain spesialis lemparan jauh. Maklum, jika terjadi di area permainan lawan, ini akan menghasilkan situasi yang tak kalah berbahaya dengan tendangan bebas atau sepak pojok.

Tekniknya pun beragam. Ada yang melakukan ancang-ancang cukup jauh, ada juga yang mencondongkan tubuh ke depan saat melempar.

Di level antarklub Eropa, ini sempat jadi satu strategi khas permainan Stoke City saat diperkuat Rory Delap. Lemparan jauh pemain asal Irlandia itu dikenal seberbahaya sepak pojok atau tendangan bebas, karena jangkauannya yang jauh dan bertenaga.

Selama bermain di Stoke City (2007-2013), lemparan jauh ayah Liam Delap (penyerang Manchester City) ini kerap jadi santapan empuk para pemain The Potters, yang kala itu rata-rata berpostur tinggi besar.

Kemampuan khusus pria yang kini jadi staf pelatih Stoke City ini terasah dengan baik, karena pada masa mudanya ia sempat jadi atlet lempar lembing.

Rory Delap, Christian Fuchs dan Aron Gunnarsson (news.yahoo.com)
Rory Delap, Christian Fuchs dan Aron Gunnarsson (news.yahoo.com)
Di era sebelumnya, Liga Inggris juga sempat punya spesialis lemparan jauh selain Delap, yakni Lee Dixon (Arsenal). Ada juga Mario Melchiot (Belanda) yang sempat bermain di Ajax Amsterdam, Chelsea dan Wigan plus Christian Fuchs (Austria) salah satu pilar Leicester City saat juara Liga Inggris musim 2015/2016.

Di era kekinian, lemparan ke dalam juga jadi satu aspek yang mendapat perhatian khusus di Liverpool dalam beberapa tahun terakhir. Terbukti, sejak tahun 2018 Juergen Klopp menugaskan Thomas Gronnemark sebagai pelatih khusus lemparan ke dalam.

Sebelumnya, pria asal Denmark ini juga sempat menjalani peran serupa di FC Midtjylland. Meski sekilas terlihat aneh, spesialisasi Gronnemark ini ternyata sempat menjadi salah satu kunci sukses Midtjylland di kasta tertinggi Liga Denmark.

Karenanya, bukan kejutan kalau Andy Robertson dan Trent Alexander-Arnold di Liverpool juga punya kemampuan lemparan jauh cukup baik. Alhasil, lemparan jauh kadang jadi senjata lain mereka, khususnya saat ruang melepas umpan silang dibatasi lawan.

Thomas Gronnemark, pelatih khusus lemparan ke dalam Liverpool (Dailymail.co.uk)
Thomas Gronnemark, pelatih khusus lemparan ke dalam Liverpool (Dailymail.co.uk)
Soal lemparan ke dalam, gaya Trent Alexander-Arnold belakangan juga jadi sorotan, karena mirip lemparan basket. Gaya unik ini sempat hadir, saat Liverpool menghadapi Chelsea di final Piala FA 2022. 

Di level antarnegara, lemparan jauh juga sempat jadi satu senjata andalan Timnas Islandia saat diperkuat Aron Gunnarsson. Pemain kelahiran tahun 1989 ini juga menjadi kapten Timnas Islandia, kala mereka lolos ke babak perempat final Euro 2016 dan tampil di Piala Dunia 2018.

Belakangan, lemparan jauh menjadi satu elemen populer di Timnas Indonesia, karena ada Pratama Arhan yang punya keahlian ini. Ada juga Alfeandra Dewangga, yang diketahui piawai melempar jauh, meski tidak sepopuler Pratama Arhan.

Dalam beberapa kesempatan, lemparan jauh pemain Tokyo Verdy itu menjelma jadi senjata rahasia Tim Garuda, karena biasa menghadirkan bahaya seperti tendangan bebas atau sepak pojok. Makanya, memaksakan lemparan ke dalam belakangan mulai coba dihindari lawan.

Sebagai contoh, saat Timnas Indonesia menghajar Nepal 7-0, Rabu (14/6, dinihari WIB) di Kualifikasi Piala Asia 2023 yang baru tuntas, lemparan ke dalam pertama tim asuhan Shin Tae-yong baru didapat di akhir babak pertama.

Pratama Arhan, spesialis lemparan jauh Timnas Indonesia (Bolasport.com)
Pratama Arhan, spesialis lemparan jauh Timnas Indonesia (Bolasport.com)
Hanya saja, kelanjutan kisah lemparan ke dalam di sepak bola kini berada di titik simpang. Maklum, Dewan Asosiasi Sepakbola Internasional (IFAB) sedang membahas kemungkinan mengganti (kembali) lemparan ke dalam dengan tendangan ke dalam, seperti dalam sepak bola sebelum tahun 1863.

Wacana tersebut awalnya diapungkan Arsene Wenger, sebelum akhirnya dibahas IFAB dalam agenda pertemuan terbaru yang diadakan di Doha, Qatar, Selasa (14/6).

Mantan pelatih Arsenal itu sebelumnya sempat mengkritik peran defensif lemparan ke dalam, karena sering jadi celah untuk membuang waktu. Makanya, ketika bertugas menjadi kepala pengembangan global di FIFA (sejak 2019) Si Profesor berusaha menggolkan perubahan ini.

Pertimbangannya, supaya permainan di sepak bola bisa lebih mengalir seperti di futsal. Meski mengundang pro-kontra, Usul ini cukup menarik, karena akan membuat aspek menyerang di sepak bola lebih berwarna.

Tapi, di lapangan yang ukurannya jauh lebih luas dari lapangan futsal, agak sulit membuat permainan sepak bola seintens futsal. Ruang geraknya masih jauh lebih luas.

Ditambah lagi, jika pertimbangannya adalah untuk meminimalkan aksi buang waktu, seharusnya, waktu permainan otomatis distop setiap kali bola keluar lapangan atau ada insiden, entah cedera, pelanggaran atau yang lainnya.

Otomatis, tidak ada lagi aksi nakal seperti pura-pura cedera, diving atau sejenisnya, khususnya di menit-menit akhir. Permainan pun akan lebih enak dilihat, karena taktik dan teknik akan lebih banyak berbicara ketimbang aksi teatrikal di lapangan.

Terlepas dari pro-kontra yang akan muncul nanti, menarik ditunggu, apakah lemparan ke dalam akan benar-benar digantikan oleh tendangan ke dalam atau tidak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun